Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konsorsium Fotovoltaik Akan Kebut Pembangunan Industri Komponen PLTS

Konsorsium Kemandirian Industri Fotovoltaik Nasional berupaya untuk mempercepat pembangunan industri komponen pembangkit listrik tenaga surya.
Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS)/Antara
Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS)/Antara

Bisnis.com, JAKARTA—Konsorsium Kemandirian Industri Fotovoltaik Nasional berupaya untuk mempercepat pembangunan industri komponen pembangkit listrik tenaga surya.

Ngakan Timur Antara, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang juga merupakan Ketua Umum KKIFN, menyampaikan pihaknya berupaya untuk mempercepat implementasi dari beberapa peraturan menteri yang berkaitan dengan pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Hal ini dilakukan demi mengejar target pemerintah mengenai kontribusi PLTS terhadap proyek 35.000 megawatt (MW) pemerintah.

Kebijakan energi nasional menargetkan adanya peningkatan bauran energi terbarukan dari 5% pada 2015 menjadi 23% pada 2025. Adapun dari target bauran 23% itu, proyeksi kontribusi dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sebesar 5.000 MW pada 2019 dan 6.400 MW pada 2025. Pemanfaatan PLTS secara nasional pada 2017 baru mencapai sekitar 80 MW–100 MW.

Menurutnya, beberapa upaya tersebut, yakni Konsorsium Kemandirian Industri Fotovoltaik Nasional (KKIFN) menjadi wadah yang memfasilitasi keterhubungan antara pelaku bisnis dengan stakeholder terkait di beberapa kementerian serta lembaga penelitian dan pengembangan (litbang). "Ini merupakan wadah yang bisa memberikan pelayanan kepada calon investor maupun calon pengguna dari energi solar [surya]," kata Ngakan, Selasa (31/10/2017).

Dia menambahkan kemampuan industri komponen pendukung PLTS di Indonesia untuk menyuplai kebutuhan secara nasional masih minim. BPPI mencatat industri komponen yang diperlukan PLTS saat ini seperti modul surya hanya bisa diproduksi dengan jumlah yang setara untuk menghasilkan tenaga listrik sekitar 100 MW per tahun. Padahal kapasitas terpasang untuk modul surya tersebut telah mencapai 500 MW atau hanya memiliki utilisasi sekitar 20%.

Ngakan yang sekaligus merupakan Ketua Umum KKIFN menjelaskan dengan kemampuan produksi tersebut maka diperlukan investasi untuk mendorong industri komponen yang dibutuhkan PLTS. Kendati demikian, harga yang dibutuhkan untuk investasi modul surya dinilai mahal dan tidak sebanding dengan pembangkit listrik tenaga fosil.

"Estimasi untuk investasi modul surya yang bisa menghasilkan 1 MW bisa mencapai US$1 juta. Selain itu per 1 MW membutuhkan lahan sekitar 1,5 hektare," ujarnya.

KKIFN terbentuk pada 27 Juni 2016 dan memiliki sejumlah anggota, yaitu Kemenperin, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kementerian Energi dan SumberDaya Mineral (ESDM), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesi (LIPI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Asosiasi Pabrikan Modul Surya Indonesia (APAMSI), PT LEN Industri, dan PT Antam (Persero) Tbk.. Selain itu terdapat juga PT Timah, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Sky Energy, PT Ceprindo, TUV Rheinland, Canadian Solar Inc. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper