Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pabrikan Tekstil Sesalkan Aturan Impor Terbaru

Industri tekstil resah dengan kebijakan pemerintah yang membuka keran impor bagi pedagang pemegang izin angka pengenal importir umum, yang termuat dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64 Tahun 2017.
Karyawan mengambil gulungan benang di salah satu pabrik tekstil yang ada di Jawa Barat./JIBI-Rahmatullah
Karyawan mengambil gulungan benang di salah satu pabrik tekstil yang ada di Jawa Barat./JIBI-Rahmatullah

Bisnis.com, JAKARTA—Industri tekstil resah dengan kebijakan pemerintah yang membuka keran impor bagi pedagang pemegang izin angka pengenal importir umum, yang termuat dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64 Tahun 2017.

Di beleid ini, pedagang pemegang izin angka pengenal importir umum dibolehkan mengimpor kain, benang, dan serat.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan kebijakan ini memberatkan pabrikan di sektor hulu.

Redma menilai pemerintah tidak konsisten dalam meningkatkan kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Permendag ‎No 64 Tahun 2017 adalah hasil revisi dari peraturan sebelumnya yang tertuang dalam Permendag No 85 Tahun 2015. "Padahal Permendag 85 Tahun 2015 yang boleh impor hanya produsen sebagai bahan baku dan tidak boleh diperjualbelikan," kata Redma dalam siaran pers yang diterima Bisnis, Rabu (18/10/2017).

‎Menurutnya, penutupan praktik impor borongan oleh Satgas Penertiban Impor Beresiko Tinggi (PIBT) sepanjang kuartal III/2017 sudah mendongkrak permintaan kain benang dan serat dipasar dalam negeri secara signifikan. Industri TPT nasional mulai kembali bergairah dari sektor hulu ke hilir‎, termasuk IKM yang memproduksi kain tenun dan kain rajut. 

“3 bulan terakhir [kuartal III] penjualan naik rata-rata 30% sehingga utilisasi naik 5%—10%. Akan tetapi, kalau Permendag 64 ini mulai jalan, para produsen ini akan kembali tertekan," ujarnya.

Redma menjelaskan jika utilisasi industri tenun dan rajut pada 2016 hanya mencapai 52%, mengacu kepada data Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Padahal kemampuan produksi produsen kain tersebut sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan industri garmen, termasuk industri kecil dan menengah (IKM) konveksi.

Redma menilai tujuan Permendag 64 Tahun 2017 demi menolong IKM hanya alasan kelompok pedagang yang selama ini menikmati untung melalui impor borongan. Dia menambahkan jika kebijakan terbaru tersebut dapat menimbulkan gangguan terhadap pasar, terutama dialami oleh sektor hulu tekstil.

"Kain yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri boleh untuk impor, asal yang impor produsen bukan pedagang," katanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper