Bisnis.com, JAKARTA--Surplus September 2017 yang kembali memecahkan rekor tertinggi sejak November 2011 diperkirakan dapat menjadi daya dorong bagi pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga tahun ini.
Seperti diketahui, neraca perdagangan Indonesia kembali surplus sebesar US$1,76 miliar September lalu setelah nilai ekspor melampaui nilai impor. Surplus ini melanjutkan surplus sebelumnya pada Agustus 2017 sebesar US$1,72 miliar.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengungkapkan surplus pada September kali ini sangat menjanjikan bagi pertumbuhan ekonomi kuartal III/2017 yang akan diumumkan bulan depan.
"Ini kan kita tutup September, saya berharap dari ekspor memperhatikan siklusnya itu akan memberikan dampak," ungkap Suhariyanto yang akrab dipanggil Kecuk selepas konferensi pers, Senin (16/10/2017).
Dia memperkirakan kontribusi ekspor yang membaik terhadap pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 20%-21%. Meskipun, dia menambahkan motor penggerak ekonomi yang pangsanya besar masih dipegang oleh konsumsi rumah tangga, investasi, dan pemerintah.
Surplus neraca perdagangan pada September 2017 kali ini didorong oleh faktor surplus sektor nonmigas yang tercatat sebesar US$2,26 miliar. Sementara itu, neraca perdagangan sektor migas mengalami defisit US$0,50 miliar.
Dengan demikian, secara tahun berjalan (year to date/ytd), neraca perdagagan Januari-September 2017 surplus US$10,87 miliar atau lebih tinggi dibandingkan Januari-September 2016.
"Secara tahunan surplus ini lebih besar dibandingkan periode yang sama tahun lalu atau naik 69,5%," papar Suhariyanto, Senin (16/10).
Adapun, nilai ekspor September sebesar US$14,54 miliar atau turun sekitar 4,51% dibandingkan Agustus 2017. Menurutnya, penurunan bulanan dari Agustus ke September ini lebih disebabkan oleh faktor seasonal. Sementara itu, BPS melaporkan nilai impor September mencapai US$12,78 miliar atau turun 5,39% dibandingkan Agustus 2017. Penurunan terjadi baik migas dan nonmigas.
Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. Andry Asmoro membenarkan jika tren surplus ini berpengaruh terhadap pertumbuhan, terutama ekspor bersih. "Kalau semakin besar net export, pertumbuhan ekonomi akan semakin besar," tegasnya kepada Bisnis.
Dengan demikian, current account deficit atau defisit transaksi berjalan akan semakin mengecil. Dengan catatan, faktor defisit neraca jasa, repatriasi dividen dan remitansi tidak berubah atau tetap meningat komponen penyusun dari defisit transaksi berjalan tidak hanya dinilai dari neraca perdagangan.