Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah terus mengkaji usulan pengubahan basis penghitungan besaran insetif tax allowance yang dapat diperoleh investor.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan basis penghitungan tax allowance mestinya merujuk kepada tingkat penyerapan tenaga kerja, bukan kepada besaran realisasi nilai investasi.
“Kami membahas dengan Kementerian Keuangan agar fasilitas tax allowance bukan lagi berbasis kepada nilai investasi, tetapi jumlah tenaga kerja,” ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam siaran pers, Senin (25/9/2017).
Seperti diketahui, tax allowance merupakan salah satu insentif fiskal kepada investor yang menanamkan modalnya di Indonesia. Tax allowance memungkinkan investor memperoleh potongan pajak penghasilan badan (corporate tax) secara progresif, maksimal sebesar 30%, bergantung nilai investasi yang ditanamkan.
Airlangga meyakini pengubahan basis penghitungan insentif perpajakan tersebut bakal mendorong lebih investasi ke sektor industri strategis yang padat karya. Seperti misalnya industri tekstil, alas kaki, pengolahan ikan, farmasi, dan sebagainya.
Menurutnya, sektor industri tekstil merupakan salah satu industri strategis yang mampu mencetak pertumbuhan ekspor 11% per tahun. Pasar ekspor tekstil dapat semakin terdongkrak tatkala pemerintah dapat merampungkan negosiasi free trade agreement dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Pada 2017, nilai ekspor industri tekstil diperkirakan senilai US$12,09 miliar dengan menyerap sebanyak 2,73 juta tenaga kerja. Pada 2019, nilai ekspor tersebut mampu melejit menjadi US$15 miliar dengan menyerap sebanyak 3,11 juta tenaga kerja.
Airlangga menegaskan investasi asing bukan merupakan suatu ancaman bagi ketahanan nasional karena investasi asing berdampak positif terhadap kenaikan penyerapan tenaga kerja lokal. Terlebih, investasi juga berkontribusi tinggi terhadap peningkatan nilai tambah produk dalam negeri.
Peningkatan nilai tambah itu akhirnya dapat menyumbang kenaikan penerimaan negara dari tambahan pajak pertambahan nilai. Per semester pertama tahun ini, nilai investasi asing pada sektor manufaktur mencapai US$7,06 miliar. Sementara itu, nilai investasi domestik pada sektor manufaktur tercatat senilai Rp52,11 triliun. Keseluruhan nilai investasi itu mencakup 8.421 proyek yang tersebar di seluruh Indonesia.
United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) mencatatkan nilai tambah sektor manufaktur RI merupakan peringkat ke-9 dunia di antara negara-negara G20. Peringkat nilai tambah tersebut bergerak naik tahun sebelumnya menduduki urutan ke-10. Menurut Airlangga, hilirisasi industri merupakan agenda utama yang mesti didorong untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri.