Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menyatakan penyusunan aturan teknis terkait implementasi Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2017 tentang Harta Bersih yang Dianggap sebagai Penghasilan hanya akan mengatur administrasi.
Direktur Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak Yunirwansyah mengatakan tanpa aturan teknispun sebenarnya PP tersebut bisa langsung diterapkan.
"Pada dasarnya PP ini sebenarnya sudah bisa dilakukan, kalaupun perlu aturan pelaksanaan lebih ke masalah administratif," kata Yunirwansyah kepada Bisnis, belum lama ini.
Adapun pada 6 September 2017 Presiden Joko Widodo menandatangani PP No. 36/2017 tentang Harta Bersih yang Dianggap sehagai Penghasilan. PP itu merupakan salah satu senjata bagi otoritas pajak untuk melakukan intensifikasi pajak.
PP itu juga diharapkan mampu menopang langkah Ditjen Pajak untuk mengejar penerimaan pajak tahun ini yang hingga pekan lalu masih dikisaran 58%.
Baca Juga
Adapun beleid itu mengatur soal kategorisasi harta yang dianggap sebagai penghasilan. Harta yang masuk dalam kategori PP itu yakni harta bersih tambahan sesuai Pasal 13 UU Tax Amnesty. Pasal tersebut menjelaskan harta tambahan yang tercantum dalam Surat Keterangan diperlakukan sebagai penghasilan pada tahun pahak 2016 atas penghasilan yang dimaksud dikenai sanksi sesuai undang-undang.
Selain itu, objek harta bersih yang masuk dalam cakupan PP tersebut yakni harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dan harta bersih yang kurang dilaporkan dalam SPT PPh sebagaimana dimaksud Pasal 18 UU Pengampunan Pajak.
Soal tarif, WP badan akan dikenakan tarif sebesar 25%, wajib pajak orang pribadi akan dikenakan tarif 30%, wajib pajak tertentu sebesar 12,5%. Wajib pajak tertentu adalah mereka yang menerima penghasilan bruto dari usaha atau pekerjaan tahun pajak terakhir Rp4,8 miliar.