Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dinilai perlu memperkuat stok beras Bulog sejalan dengan implementasi Bantuan Pangan Non Tunai di 44 kabupaten kota.
Pimpinan Komisi IV DPR Herman Khaeron berpendapat BPNT tidak mampu menggantikan fungsi stabilisasi harga dan pasokan beras yang selama ini dijalankan oleh Perum Bulog melalui program beras sejahtera.
Dalam UU No 18/2012 tentang Pangan, pemerintah berkewajiban mengelola stabilisasi pasokan dan harga pangan pokok, mengelola distribusi pangan pokok, mengelola cadangan pangan pokok, dan mewujudkan pemenuhan pangan yang bergizi kepada masyarakat.
"Empat persoalan itu tidak bisa digantikan oleh kartu (BPNT)," kata dia dalam paparannya mengenai evaluasi pelaksabaan kebijaksanaan pangan oleh Bulog di Kantor Perum Bulog, Jumat (22/9).
Herman khawatir rencana Bantuan Pangan Non Tunai yang akan dilaksanakan secara menyeluruh pada 2018 akan menganggu stok beras Bulog sebagai fungsi penyangga.
Pelaksanaan BPNT di 44 kabupaten kota mengurangi jumlah Rumah Tangga Sasaran dari 15,5 juta RTS pada 2016 menjadi 14,2 juta RTS pada 2017 dengan pagu alokasi setahun 2,5 juta ton.
Herman menghitung dengan 14,2 juta RTS, maka Bulog memiliki 8% stok beras nasional. Alih-alih memperkuat stok beras Bulog, pemerintah justru berencana memangkas jumlah penerima rastra menjadi 5 juta RTS.
Herman mengatakan jumlah penerima rastra hanya 5 juta RTS setara dengan 5% stok beras nasional. Padahal, semestinya Bulog dapat menguasai 20% stok beras nasional guna menjalankan fungsinya menjaga stabilisasi pasokan dan harga.
"Ketika stok tidak siap untuk melakukan penetrasi pasar, maka spekulan akan lebih mengganas karena mereka tahu kekuatan negara terhadap stok itu lemah," imbuh dia.