Bisnis.com, JAKARTA—Badan Pusat Statistik mencatat adanya lonjakan pada nilai ekspor barang hasil manufaktur sebesar 12,8% pada Agustus lalu.
Nilai ekspor industri pengolahan RI pada Agustus lalu mencapai US$11,56 miliar, lebih tinggi ketimbang bulan sebelumnya senilai US$10,24 miliar.
Direktur Statistik Distribusi BPS Anggoro Dwitjahyono menyatakan kenaikan tersebut dipicu kenaikan permintaan domestik di China.
“Kalau dilihat, kenaikan ekspor kita sejalan dengan data kenaikan impor China yang cukup signifikan. Permintaan domestik China yang kebetulan juga pangsa ekspor utama kita sedang menguat,” ujarnya di Jakarta, Jumat (15/9).
Barang hasil manufaktur masih menjadi tumpuan ekspor bagi Indonesia. Nilai ekspor manufakur pada Agustus lalu mencapai 75,99% dari total nilai ekspor nasional senilai US$15,21 miliar.
Sementara sisanya senilai US$3,65 miliar merupakan gabugan nilai ekspor produk migas, pertanian, dan pertambangan.
Baca Juga
“Barang yang peranannya paling besar terhadap kinerja ekspor merupakan barang industri manufaktur, terutama crude palm oil dan beserta produk-produk turunannya. Kontribusinya mencapai 12% terhadap total ekspor,” ujarnya.
Secara kumulatif, nilai ekspor produk manufaktur year-to-date Januari—Agustus 2017 mencapai US$81,6miliar. Nilai ekspor tersebut naik 14,85% bila dibandingkan periode yang sama pada 2016 senilai US$71,1miliar.
Pangsa ekspor terbesar Indonesia merupakan negara-negara di ASEAN. Nilai ekspor ke negara negara di ASEAN pada Januari—Agustus 2017 mencapai US$21,21 miliar.
Setelah itu, China menempati urutan kedua pangsa terbesar Indonesia dengan nilai ekspor senilai US$12,68 miliar. Amerika Serikat dan Uni Eropa menjadi dua tujuan ekspor terbesar lainnya, dengan nilai ekspor masing masing senilai US$11,37 miliar dan US$10,84 miliar.