Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan forwarder dan logistik, yang mewakili pemilik barang impor di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, memprotes mulai dikenakannya biaya equipment manajemen import (EMI) oleh shipping line pengangkut ekspor impor melalui perusahaan keagenannya di Indonesia.
Sekretaris DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Adil Karim mengatakan biaya EMI yang dikutip kepada pemilik barang impor tersebut tidak jelas peruntukannya alias siluman dan sangat membebani pebisnis/pengguna jasa atau pemilik barang yang membuat biaya logistik membengkak sehingga importasi menjadi mahal.
Adil mengungkapkan kutipan biaya EMI itu mulai dipungut oleh kapal asing pengangkut impor sejak sebulan terakhir ini. "Kutipan biaya EMI oleh kapal asing itu mahal banget yakni mencapai US$100 per kontainer. Kami sangat keberatan karena menambah biaya logistik dan membuat komoditas nasional yang menggunakan bahan baku impor menjadi enggak bisa bersaing di tingkat global," ujarnya kepada Bisnis.com, Rabu (13/9/2017).
Adil mengatakan, berdasarkan pengaduan anggota ALFI, pelayaran yang mengenakan biaya EMI di pelabuhan Indonesia untuk kegiatan pengangkutan impor termasuk di pelabuhan Tanjung Priok antara lain; Pelayaran Wanhai, MMC Line, CMA-CGM, dan MOL Line.
"Terus terang ini kami bingung biaya apa EMI itu?.Kok seenaknya mengutip biaya yang tidak ada landasan hukumnya dan acuannya untuk apa. ALFI mendesak instansi terkait turun tangan termasuk tim saber pungli bisa menelusuri hal ini," tegasnya.
Adil mengemukakan,protes ALFI didasari karena tidak pernah ada pemberitahuan ataupun sosialiasi biaya EMI yang dikutip pelayaran. "Kami nilai kutipan ini rada aneh, walaupun importir belinya cost insurance and freight atau CIF dan barangnya kimia juga kena. Jadi kalau alasan barang scraf itu alasan mengada-ada," paparnya.(K1)