Bisnis.com, JAKARTA - Kantor Pelayanan Utama (KPU) Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta memutuskan ada dua opsi mengatasi persoalan lambannya layanan pemeriksaan fisik peti kemas impor jalur merah pabean dan karantina atau behandle di fasilitas New Priok Container Terminal One (NPCT-1).
Kepala KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok, Dwi Teguh Wibowo mengatakan, instansinya sudah mengunjungi NPCT-1 dan fasilitas behandle-nya yang berada di commongate terminal yang kini dikelola IPC Terminal Peti Kemas (IPC TPK)-anak usaha PT.Pelabuhan Indonesia II.
“Kami sudah mengecek langsung kondisi fasilitas behandle itu dan mulai hari ini, Rabu (6/9), ditempuh dua opsi sebagai langkah tindaklanjut hasil inspeksi ,” ujarnya kepada Bisnis.com, Rabu (6/9/2017).
Teguh mengungkapkan, kedua opsi itu yakni; pertama, segera menyelesaikan antrean penumpukan peti kemas impor yang saat ini kurang lebih 86 kontainer untuk diperiksa di commongate dan di buffer area.
Kedua, apabila kegiatan penarikan masih jadi kendala, akan dilakukan pindah lokasi penumpukan atau overbrengen terhadap peti kemas impor yang wajib behandle itu ke kawasan lini 2 wilayah pabean pelabuhan Priok yang memungkinkan untuk dilaksanakannya pemeriksaan fisik.
Dihubungi Bisnis.com per telepon Rabu (6/9/2017), Direktur NPCT-1, Suparjo mengatakan pihaknya akan patuh pada opsi yang akan ditempuh oleh KPU Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok. “Kemarin, Selasa (5/9) tim KPU Bea dan Cukai Priok sudah inspeksi langsung ke NPCT-1 termasuk meninjau fasilitas behandle. Kami berjanji akan melengkapi semua kekurangan yang ada dalam sebulan ini,” ujarnya.
Baca Juga
Suparjo juga mengatakan, lonjakan arus peti kemas di NPCT-1 terjadi pada Agustus 2017 dengan produktivitas bongkar muat mencapai 99.000 twentyfoot equivalent units (TEUs), padahal rata-rata setiap bulannya hanya 80.000-an TEUs.
Suparjo mengaku sekarang ini NPCT-1 sudah melayani kapal-kapal yang regular sandar di terminal peti kemas yang dikelolanya karena limpahan kapal dari JICT sebelumnya sebagai langkah kontingensi plan saat aksi mogok JICT berakhir.
Ketua Forum Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) Pelabuhan Tanjung Priok, M.Qadar Jafar mengatakan, fasilitas container yard maupun lapangan behandle NPCT-1 krodit karena yard occupancy ratio (YOR) di terminal itu cukup tinggi.
Dia juga memperoleh informasi, lonjakan arus peti kemas di NPCT-1 tersebut menyusul beralihnya kegiatan sandar kapal peti kemas raksasa CMA-CGM yang sebelumnya dilayani di JICT ke NPCT-1 sejak terjadi aksi mogok pekerja JICT pada awal bulan lalu.
Qadar mengatakan, untuk layanan behandle di NPCT-1 juga krodit, apalagi petugas lapangan dari perusahaan PPJK terpaksa harus bolak balik dalam pengurusan dokumen behandle-nya karena layanan dokumennya belum satu atap alias masih manual.
“Coba bayangkan untuk ngurus peti kemas impor yang mau behandle petugas lapangan kami mesti lapor secara manual ke NPCT-1 kemudian loket billing-nya harus ke terminal penumpang Priok yang berjarak cukup jauh. Kondisi ini membuat kami harus bolak-balik dan ini kan gak efektif,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (6-9-2017).
Persoalan di NPCT-1 muncul menyusul adanya keluhan pengguna jasa pelabuhan Priok anggota Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) serta Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) lantaran lamanya waktu layanan penarikan peti kemas behandle di fasilitas NPCT-1, yang memakan waktu rata-rata lima hari. Padahal sesuai peraturan kepabeanan, kegiatan penarikan peti kemas impor behandle maksimal 1x24 jam.(K1)