Bisnis.com, BANDUNG - Pembudidaya ikan tawar di sejumlah daerah diminta mulai mewaspadai musim kemarau. Pasalnya, di Desa Mukapayung, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, 30 ton ikan tawar mati akibat kemarau dan angin tak menentu.
Salah seorang Peternak Ikan Endang mengungkapkan, puluhan ton ikan jenis tawar yang mati didominasi ikan nila. Selain itu, ada pula ikan jenis lainnya, seperti ikan mas dan mujair yang dibudidayakan disana.
"Kalau dirupiahkan, harga satu ton ikan mencapai Rp17 juta. Sementara harga per kilonya Rp17.000. Artinya, kalau ikan yang mati mencapai 30 ton, kerugian yang diderita peternak ikan mencapai Rp510 juta," katanya, kepada wartawan, Jumat (1/9/2017).
Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM) Perwakilan Jawa Barat, menduga, kematian puluhan ikan dikarenakan ikan sulit bernafas akibat pasokan air yang tidak maksimal sehingga suhu air menjadi tinggi.
"Bukan karena penyakit. Ikan tersebut mengalami kematian karena disinyalir adanya non infectious disease," kata Kepala BKIPM Perwakilan Jawa Barat Dedy Arief Hendriyanto.
Menurut Dedy, ketika perairan dangkal, biasanya akan mengakibatkan gangguan pernafasan pada ikan. Sebab, perairan yang dangkal, maka suhu pun akan mengalami kenaikan dan ikan tidak bernafsu makan.
Baca Juga
Untuk itu, pihaknya akan melakukan penelitian terhadap kualitas air di lokasi. Selain itu, peningkatan kadar amonia dalam air juga bisa terjadi karena pengendapan pakan ikan.
"Menurut dugaan kami itu menggunakan pelet atau pakan ikan buatan sendiri. Karena pengendapan pakan itu, ketika hujan turun pakan akan mengapung ke atas, dan hal itulah yg menyebabkan ikan keracunan," ujarnya.
Ikan Impor
Dedy mengimbau para pengusaha terutama importir untuk tidak mendatangkan ikan nila dari sejumlah negara di Asia dan Afrika. Pasalnya, ikan 'asing' tersebut diketahui telah terjangkit virus Tilapia Lake Virus (TiLV).
Pihaknya telah menemukan ikan jenis nila asal Israel, China, dan Thailand yang sudah terjangkit virus. Awalnya, virus ini berasal dari negara Israel.
"Bisa kami pastikan, kalau satu saja ikan dari beberapa negara itu atau yang terjangkiti virus, akan menyebabkan kerugian yang cukup besar. Ikan yang terjangkiti virus TiLV itu akan mati secara mendadak," ucap Dedy.
Virus TiLV sendiri merupakan Orthomyxo-lake virus, genus baru dari family Orthomyxoviridae. Virus ini bereplikasi di inti dari sel ikan yang hidup di perairan tawar dan payau. Masyarakat perlu tahu mengenai hal ini demi meminimalisir potensi kerugian sosio-ekonomi yang diderita pembudidaya serta pengonsumsi ikan nila.
Para pembudidaya ikan perlu mengetahui ciri-ciri ikan yang terkena virus Tilapia Lake Virus. Dengan demikian, apabila terdapat gejala yang tidak biasa dari ikan nila yang dibudidayakan, bisa langsung dilaporkan ke BKIPM.
"Ciri ikan yang terjangkit virus ini adalah fisiknya menghitam, erosi pada kulit, pembengkakan rongga perut, dan mata yang menonjol serta membengkak," jelas Dedy.
Apabila masyarakat menemukan ikan yang terkena virus tersebut, maka disarankan langsung dimusnakahkan agar tidak menyebarkan virus yang sama ke ikan lainnya.
Selain itu, pihaknya pun tengah melakukan kajian dan pengujian laboratorium untuk mengetahui apakah TiLV merupakan jenis virus yang bisa menginfeksi manusia. Yang pasti virus TiLV sendiri bisa menyebar melalui air atau kontak antar ikan.
Dalam satu kolam atau dengan kolam lainnya, virus TiLV bisa menyebabkan kematian ikan nila hingga dengan persentase mencapai 80-100%.
Sejauh ini belum ditemukan kasus virus TiLV di Jawa Barat ataupun di Indonesia. Tapi kami akan terus melakukan antisipasi dengan melakukan penjagaan di terminal kedatangan bandara dan menempatkan petugas," paparnya.