Bisnis.com, JAKARTA-- Pemerintah meluncurkan Peraturan Presiden atau Perpres tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha, Kamis (31/8/2017).
Perpres ini dimaksudkan untuk meningkatkan standar pelayanan perizinan berusaha yang efisien, mudah dan terintegrasi tanpa mengabaikan tata kelola pemerintahan yang baik.
Pasalnya, pemerintah ingin mempercepat proses penerbitan perizinan berusaha sesuai dengan standar pelayanan, memberikan kepastian waktu dan biaya dalam proses perizinan dan meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah (pemda).
“Selain itu, kebijakan ini bertujuan menyelesaikan hambatan dalam proses pelaksanaan serta memanfaatkan teknologi informasi melalui penerapan sistem perizinan terintegrasi (single submission),” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Kamis.
Kata Darmin, beleid ini muncul dilatarbelakangi kondisi pelayanan saat ini yang belum optimal.
Misalnya, perizinan masih bersifat parsial dan tidak terintegrasi, sekuensial (berurutan), belum seluruhnya menggunakan teknologi informasi (online), waktu penyelesaian dan biaya perizinan yang tidak jelas, serta paradigma di tubuh birokrasi sendiri sebagai pemberi izin dan belum ‘melayani’.
Baca Juga
Di samping itu, beberapa indikator juga menunjukkan bahwa kinerja realisasi investasi, meski tumbuh tetapi masih di bawah target yang ditetapkan, antara lain pertama, investasi dunia ke Indonesia masih rendah (1,97%) dengan rata-rata per tahun (2012-2016) sebesar US$1.417,58 miliar.
Kedua, capaian target rasio investasi sebesar 32,7% (2012-2016), di bawah terget RPJMN sebesar 38,9% pada tahun 2019.
Ketiga realisasi investasi masih rendah dibandingkan pengajuan/komitmen investasi untuk PMA 27,5% dan PMDN 31,8% (2010-2016) dan terakhir belum seimbangnya wilayah investasi di mana investasi di Jawa di atas 50% dibandingkan Luar Jawa.
Oleh sebab itu, kendati Indonesia sudah masuk sebagai negara layak investasi, realisasi dan kecepatan untuk mulai berusaha belum seperti yang diharapkan.