Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia mencalonkan diri menjadi anggota dewan eksekutif The Organisation for Prohibition of Chemical Weapons (OPCW) atau organisasi yang melaksanakan ketentuan Konvensi Senjata Kimia di tingkat internasional.
OPCW memandang Indonesia dapat berperan penting sebagai jembatan bagi penguatan kerja sama di antara negara-negara anggota ASEAN, terutama dalam pengembangan industri kimia di sebuah kawasan.
“Indonesia memiliki beberapa industri kimia yang kuat dan cukup banyak sumber daya manusia yang berkompetensi mendukung implementasi Konvensi Senjata Kimia di tingkat internasional,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menanggapi hasil pertemuannya dengan Direktur Jenderal OPCW Ahmet Üzümcü beberapa waktu lalu, dalam siaran persnya, Senin (31/7).
Menperin selaku Ketua Otoritas Nasional (Otnas) Konvensi Senjata Kimia Indonesia menjelaskan, pertemuan tersebut merupakan rangkaian dari agenda kunjungan Ahmet ke Indonesia untuk membahas penguatan kerja sama antara Pemerintah Indonesia dengan OPCW di bidang pelarangan senjata kimia, program pelatihan, dan pembangunan kapasitas.
"Indonesia telah mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Eksekutif OPCW periode 2018-2020,” ungkapnya.
Diharapkan, dengan masuknya di Dewan Eksekutif, Indonesia akan berperan lebih optimal dalam menentukan arah kebijakan dan pembahasan isu-isu strategis OPCW sekaligus menjaga kepentingan Indonesia terkait dengan pelaksanaan Konvensi Senjata Kimia.
“Kami juga ingin agar OPCW memberikan kesempatan yang lebih tinggi kepada Indonesia untuk berperan di Sekretariat Teknis OPCW baik sebagai inspektur internasional, peneliti, maupun officer,” ujar Airlangga.
Saat ini, Indonesia memerlukan suatu laboratorium rujukan yang secara khusus dikembangkan untuk analisa prekursor dan hasil degradasi senjata kimia untuk mendukung implementasi Konvensi Senjata Kimia di tingkat nasional.
“Selain itu, Pemerintah Indonesia juga mendorong agar laboratorium nasional dapat dijadikan laboratorium rujukan oleh OCW. Dalam hal ini, Indonesia membutuhkan bantuan capacity building berupa pelatihan maupun bantuan pendampingan tenaga ahli OPCW untuk pengembangan kemampuan peneliti,” paparnya.
Menurut Airlangga, Sekretariat Teknis OPCW telah mengusulkan pembentukan pusat kegiatan regional terkait Konvensi Senjata Kimia di ASEAN atau yang dikenal dengan ASEAN Regional Chemical Weapons Convention Capability Hub.
Pembentukan lembaga tersebut untuk mendukung ASEAN menghadapi perkembangan keamanan global yang semakin kompleks terkait senjata pemusnah massal. “Kami mendukung pembentukan lembaga tersebut untuk mendukung penguatan implementasi Konvensi Senjata Kimia,” tegasnya.
Konvensi Senjata Kimia adalah suatu konvensi internasional yang melarang pengembangan, produksi, penimbunan, penggunaan senjata kimia serta tentang pemusnahannya di seluruh dunia.
Pada 13 Januari 1993 di Paris, Indonesia ikut menandatangani Konvensi Senjata Kimia bersama-sama dengan 130 negara lainnya. Konvensi Senjata Kimia mulai diberlakukan (entry into force) sejak tanggal 29 April 1997 dan Indonesia resmi menjadi negara pihak pada 12 Desember 1998. Dalam perkembangannya, sampai saat ini, Konvensi Senjata Kimia telah ditandatangani oleh 192 negara.
Konvensi Senjata Kimia memuat sistem deklarasi dan sistem verifikasi yang wajib diberlakukan, diterapkan, dan dilaksanakan oleh Indonesia sebagai Negara Pihak dalam berbagai sektor, termasuk sektor industri, khususnya subsektor industri kimia.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan, pelaksana ketentuan Konvensi Senjata Kimia di setiap negara dilakukan oleh Otoritas Nasional yang bertugas menjamin tercapainya tujuan Konvensi di tingkat nasional dan sebagai penghubung Negara Pihak dengan OPCW maupun dengan Negara Pihak lainnya dalam kaitan kepentingan Konvensi.
“Konvensi Senjata Kimia memuat sistem deklarasi dan sistem verifikasi yang wajib diberlakukan, diterapkan, dan dilaksanakan oleh Indonesia sebagai Negara Pihak dalam berbagai sektor, termasuk sektor industri, khususnya subsektor industri kimia. Verifikasi terhadap implementasi Konvensi Senjata Kimia dilakukan melalui pengawasan yang sangat ketat oleh Sekretariat Teknis OPCW,” paparnya.
Sebagai salah satu wujud kewajiban dan komitmen Indonesia sebagai Negara Pihak pada Konvensi Senjata Kimia, Pemerintah Indonesia telah menetapkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2008 dan membentuk Otoritas Nasional Senjata Kimia melalui Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2017.
Sigit menambahkan, kerja sama Indonesia dan OPCW telah terjalin dengan sangat baik selama ini melalui penyelenggaraan berbagai kegiatan regional sejak tahun 2013 di bidang tanggap darurat akibat bencana bahan kimia maupun di bidang keamanan dan keselamatan bahan kimia.Indonesia juga aktif berpartisipasi dengan mengirimkan peserta maupun pembicara pada training/ workshop/ seminar yang diselenggarakan oleh OPCW.
Dengan telah terbentuknya Otoritas Nasional Senjata Kimia, diharapkan dapat lebih memperkuat kerja sama Indonesia dengan OPCW sehingga dapat memberikan manfaat bagi pengembangan industri kimia nasional baik melalui jaminan pertukaran informasi dan teknologi maupun melalui kerja sama internasional serta dapat meningkatkan peranan Indonesia dalam mendukung dan memelihara perdamaian dan keamanan internasional.