Bisnis.com, JAKARTA -- Pelaku usaha sektor riil berencana menyurati Presiden Joko Widodo terkait perlemahan daya beli konsumen yang memukul kinerja industri. Dokumen tersebut akan berisi sejumlah rekomendasi praktis.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman menyampaikan surat tersebut rencananya akan dilayangkan pekan depan. Menurutnya, pemerintah perlu mengambil langkah untuk meningkatkan daya beli.
"Dalam dua hari ke depan, kami [Gapmmi] akan menyusun rekomendasi untuk Presiden. Ini persoalan serius, karena meski pemerintah sebut ko disi makro baik, tapi tidak berdampak pada kinerja sektor riil," jelas Adhi di Jakarta, Kamis (13/7).
Selama periode Januari-Juni 2017, penjualan produk berbasis konsumen seperti makanan, minuman, dan kosmetik terus menunjukkan perlemahan. Pelaku usaha sempat berharap puasa dan lebaran dapat mengompensasi penurunan penjualan pada kuartal pertama. Kendati demikian, penjualan tetap stagnan.
Pada tahun-tahun sebelumnya, penjualan produk mamin pada puasa dan lebaran dapat meningkat hingga 20%. Tahun ini, Adhi menyebut pelaku usaha mengkhawatirkan stok barang di retail yang masih menumpuk sehingga order baru ke pabrik tersendat.
"Sekarang pelaku usaha mamin masih melihat situasi kuartal III. Kami belum dapat memastikan bagaimana situasinya dan apa yang akan terjadi. Yang jelas, pemerintah harus bertindak atas sinyal perlemahan konsumsi ini," kata Adhi.
Sementara itu, Asosiasi Kosmetika Indonesia (PPA Kosmetika) juga memprediksi penjualan kosmetik pada periode Januari—Juni 2017 tidak sebaik periode sama tahun lalu.
Ketua Harian PPA Kosmetika Sholihin Sofyan berujar penurunan penjualan retail hingga 20% pada semester pertama tahun ini akan berdampak serupa pada penjualan kosmetik. Saat ini, 40% produksi kosmetik nasional didistribusikan offline melalui retail.
“Untuk dapat bersaing dengan produk impor di pasar dalam negeri, perusahaan nasional memang harus memikirkan bagaimana produknya bisa murah sehingga produk luar tidak masuk. Apalagi bahan baku kosmetik kita banyak yang diimpor,” jelas Sholihin.
Adapun, PPA Kosmetika mencatat pada kuartal I/2017 penjualan kosmetik telah anjlok di kisaran 15%. Selain perlemahan daya beli, banjirnya kosmetik ilegal membuat perusahaan nasional harus menanggung penurunan penjualan tersebut.