Bisnis.com, MANADO -- Kalangan pelaku usaha di Sulawesi Utara tengah negosiasi tarif angkut barang kepada operator kapal RoRo yang melayani rute Davao-General Santos-Bitung.
Wakil Ketua Kamar Dagang & Industri Sulawesi Utara, Daniel Singal Pesik, mengatakan kapal Super Shuttle RoRo 12 milik maskapai pelayaran Asian Transport Marine Corporation bakal kembali berlabuh di Bitung, Jumat (19/5/2017).
Adapun, pelayaran perdana dimulai pada 30 April 2017 dari Davao dan tiba di Bitung tiga hari kemudian. Menurut Daniel, Super Shuttle RoRo belum akan membawa banyak muatan dari Filipina.
"Belum [banyak muatan], baru sementara nego-nego harga," ujarnya kepada Bisnis.com, Kamis (18/5/2017).
Dikatakan, untuk sekali angkut, operator mematok tarif sekitar US$500 untuk satu kontainer. Tarif ini sebetulnya hanya seperempat dari ongkos yang dikeluarkan bila menggunakan rute memutar lewat Jakarta-Singapura-Manila.
Dikatakan, pengusaha kecil bisa melakukan ekspansi dengan modal tidak terlalu besar karena bisa mengirim barang dengan biaya satu kontainer. Royke Pontoh, Direktur CV Wale Woloan mengatakan tarif angkut menjadi salah satu pertimbangan bagi perusahaannya melakukan ekspansi ke Filipina.
Baca Juga
Wale Woloan yang memproduksi rumah kayu rakit (knock down) ini menilai tarif yang ditawarkan operator cukup mahal.
"Kami kirim ke Belgia saja US$800. Tapi kalau ada pembeli di sana berani, kami bisa masukan di harga jual," jelasnya kepada Bisnis.
Menurut Royke, saat ini perseroan masih menjajaki peluang pasar di Filipina. Ekspansi ke negara bekas jajahan Spanyol itu bakal melebarkan pasar perseroan yang saat ini menjamah Eropa dan Afrika.
Sebelumnya, Hidayat Zakaria, Koordinator Fungsi Ekonomi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Manila, mengatakan pembukaan rute Davao-Bitung bisa menjadi stimulus untuk ekspor Indonesia ke Filipina.
Dia menuturkan, konsumsi masyarat Fiilipina yang cukup tinggi bisa menjadi peluang pasar bagi eksportir.
"Restoran dan kedai kopi seperti Starbucks itu banyak di pinggir jalan. Kita juga cukup banyak ekspor kendaraan, batu bara, juga makanan dan minuman," jelasnya.
Untuk diketahui, pertumbuhan ekonomi Filipina pada 2016 mencapai 6,8%, lebih tinggi dari Indonesia sebesar 5,02%. Pertumbuhan ekonomi yang pesat itu menurut Hidayat salah satunya didorong oleh pengiriman uang dari tenaga kerja yang bekerja di luar negeri sebesar US$26 miliar.
Beberapa komoditas yang berpotensi diekspor ke Filipina dalam catatan KBRI Manila antara lain singkong dan minyak esensial. Singkong bisa menjadi bahan baku bagi industri tepung terigu Filipina.
Selain itu, furnitur, kopi instan, dan bumbu penyedap juga menjadi barang dagangan yang bisa laku di negara kepulauan itu. Bahkan, secara khusus di Mindanao yang sebagian besar berpenduduk Muslim, ekspor busana muslim dan peralatan ibadah juga berpeluang menjadi lahan untung eksportir Indonesia.