Bisnis.com, JAKARTA - Ketidakefisienan pengurusan dokumen kepabeanan dinilai menjadi persoalan utama yang harus segera diselesaikan pemerintah apabila ingin meningkatkan jumlah volume kargo udara dari dan ke Indonesia.
Indonesia merupakan negara dengan nilai produk domestik bruto tertinggi ketimbang negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Thailand. Namun, arus kargo ke luar negeri, seperti Amerika Serikat dan Eropa paling rendah setelah Filipina.
Ketua Penerbangan Kargo Indonesia National Carriers Association (INACA) Boyke P. Soebroto mengatakan ketidakefisienan pengurusan kepabeanan membuat kinerja volume pengiriman kargo dari dan ke Indonesia melempem.
“Selama 3 tahun berturut-turut volumenya turun. Pada 2016 volume kargo internasional hanya 700.000 ton, lebih kecil ketimbang tahun sebelumnya 800.000 ton,” katanya di sela-sela acara Air Cargo Summit Indonesia 2017 pada Rabu (17/5/2017).
Boyke menilai Pemerintah Indonesia perlu meniru kesuksesan Pemerintah Malaysia yang melakukan deregulasi di bidang logistik, khususnya dalam memproses pengurusan dokumen kepabeanan di bandara.
Menurutnya, deregulasi yang dilakukan Pemerintah Malaysia itu terbukti membuat proses pengiriman barang berjalan cepat. Alhasil, proses pengurusan kepabeanan di bandara hanya memakan waktu dalam hitungan jam.
“Tidak seperti proses pengurusan dokumen di kita yang memakan waktu hingga 4 hari untuk custom saja. Bisnis e-commerce itu tidak bisa menunggu 4 hari, harus free flow,” tuturnya.
Selain proses pengurusan dokumen, lanjut Boyke, integrasi multi moda di Tanah Air juga masih belum baik. Menurutnya, untuk meningkatkan kinerja kargo udara juga diperlukan dukungan dari multimoda lainnya.
Dia menilai upaya pemerintah untuk mengintegrasikan multi moda melalui Sistem Logistik Nasional (Sislognas) masih sulit diimplementasikan. Oleh karena itu, dia berharap Sislognas dapat lebih diperdalam lagi agar mudah diimplementasikan.
“Roadmap integrasi multi moda itu sebenarnya sudah ada di Sislognas. Namun sepertinya perlu diperdalam lagi, atau mungkin memang belum ada kesamaan visi dari para pelaku transportasi,” ujarnya.
Kemudian, persoalan lainnya yang masih menghambat kinerja kargo udara adalah belum memadainya infrastruktur. Menurutnya, fasilitas pendukung kargo seperti bandara, jalan, gudang dan lainnya juga belum sesuai dengan ekspektasi.
Boyke berharap pemerintah secara paralel dapat segera menyelesaikan segala persoalan yang menghambat kinerja kargo udara tersebut. Dia khawatir dampak dari bisnis e-commerce yang tengah berkembang pesat saat ini tidak dirasakan maskapai kargo.
Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menuturkan kinerja volume kargo udara pada tahun lalu menurun sekitar 8% dibandingkan dengan volume kargo 2015.
Oleh karena itu, dia meminta seluruh pihak yang terkait dapat melakukan perbaikan guna meningkatkan kembali kinerja kargo udara. Salah satu yang disorot adalah kinerja maskapai dan operator bandara.
“Saya mengimbau agar INACA mengelola lebih detail kargo karena kargo memberikan suatu return yang baik. Saya juga imbau operator bandara untuk memberikan suatu keleluasaan dan aktivitas yang baik untuk kargo,” katanya.
Selain itu, Budi juga meminta para pemangku kepentingan untuk mencari cara agar kinerja ekspor melalui pesawat udara dapat lebih ditingkatkan agar dapat lebih berkontribusi bagi devisa negara.