Bisnis.com, JAKARTA — Instansi pendidikan sekolah menengah kejuruan didorong agar lebih melakukan koordinasi dengan dunia industri di tengah tingginya kontribusi tamatan jenjang pendidikan itu terhadap tingkat pengangguran terbuka.
Ekonom INDEF Enny Sri Hartati menilai masih terus terjadi miss and match antara kualifikasi lulusan SMK dengan kebutuhan industri. Dengan demikian, menurutnya diperlukan koordinasi antara guru dan dunia industri.
“Koordinasi itu terkait kebutuhan keterampilan apa saja yang diperlukan oleh dunia usaha dari tamatan SMK,” ujar Enny kepada Bisnis.com, Minggu (7/5/17).
Enny menambahkan pihaknya berharap para guru meningkatkan kemampuannya sesuai dengan perkembangan industri saat ini. Hal itu bertujuan untuk menciptakan lulusan yang memiliki produktifitas tinggi.
“Rendahnya produktifitas tenaga kerja di industri membuat banyak investasi sektor padat karya saat ini lebih banyak dilarikan ke negara seperti Vietnam,” jelas Enny.
Dia menambahkan kondisi tersebut dapat terus memicu gejolak di dunia industri. Pasalnya, rendahnya produktifitas akan berujung pada upah murah yang diberikan kepada buruh.
Baca Juga
“Jika upah rendah, maka buruh akan bergejolak sehingga menghambat proses produksi dan akhirnya membuat investasi enggan masuk. Perputarannya seperti lingkaran setan,” imbuh dia.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis akhir pekan kemarin menyebut tamatan sekolah menengah kejuruan (SMK) berkontribusi 9,27% dalam tingkat pengangguran terbuka (TPT) per Februari 2017.
Meski turun dari Agustus 2016, tingkat pendidikan itu masih berada di posisi tertinggi dibandingkan dengan jenjang lainnya.
Posisi kedua kontribusi TPT per Februari 2017 ditempati oleh tamatan sekolah menengah atas (SMA) dengan kontribusi 7,03%.
Tamatan diploma berada di urutan ke-3 dengan 6,35% atau naik dari Agustus 2016 sebesar 6,04%.