Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah meminta tujuh perusahaan jasa sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) asal Eropa untuk turut membantah resolusi anti kelapa sawit Parlemen Eropa.
Hingga saat ini, Komisi ISPO telah mengakui 12 perusahaan jasa sertifikasi yang berhak mengaudit ISPO. Dari 12 perusahaan itu, tujuh korporasi dimiliki atau terafiliasi dengan Eropa. Mereka a.l. PT TUV Nord Indonesia dan PT TUV Rheinland Indonesia (Jerman), PT BSI Group Indonesia dan PT AJA Sertifikasi Indonesia asal (Inggris), serta PT. Bureau Veritas Indonesia (Prancis).
Sebagaimana diketahui, hubungan Indonesia-Uni Eropa tengah memanas setelah pada Selasa (4/4/2017) pekan lalu Parlemen Eropa meloloskan resolusi bernada anti kelapa sawit. Salah satu yang disoroti resolusi tersebut adalah ISPO dianggap tidak kredibel dalam menilai standar kelestarian perusahaan.
“Saya harap tujuh perusahaan ini bisa bantu sosialisasikan ISPO ke Eropa agar bisa diterima,” kata Kepala Sekretariat Komisi ISPO Aziz Hidayat dalam acara diskusi di Jakarta, Rabu (12/4/2017).
Aziz mengatakan pemerintah sebenarnya sudah pernah mempromosikan IPSO di Eropa. Pada 2015, misalnya, Komisi ISPO mendatangi Belanda, Belgia, dan Jerman.
Meski belum diakui di Benua Biru, sebaliknya dengan sejumlah negara penghasil komoditas minyak nabati seperti Venezuela dan Ekuador. Mereka bahkan sudah mengajukan permohonan untuk mengadopsi konsep ISPO.
“ISPO sebenarnya sudah dikenal tapi perlu dipromosikan lagi,” tambah Aziz.
Hingga 11 April, Komisi ISPO telah menyertifikasi 266 pelaku usaha kelapa sawit dengan rincian 264 perusahaan, satu koperasi petani plasma, dan satu koperasi petani swadaya. Pemberian sertifikat untuk dua kelompok koperasi dilakukan pertama kalinya pada 11 April bersama dengan 38 perusahaan.
Seluruh penerima sertifikasi ISPO mewakili 1,67 juta hektare (ha) lahan perkebunan dan 7,6 juta ton produk minyak kelapa sawit mentah (CPO). Padahal, luas perkebunan kelapa sawit Indonesia mencapai 11,9 juta ha sedangkan produksi CPO 2016 tercatat 31 juta ton.