Bisnis.com, JAKARTA – Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional diprediksi belum akan mampu tumbuh positif tahun ini setelah dalam dua tahun terakhir pertumbuhannya berada di area negatif.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengungkapkan industri tekstil tahun ini akan relatif stagnan karena dari sisi kebijakan dan investasi, belum ada perubahan yang signifikan.
"Tahun ini kita bisa stagnan saja sudah bagus, artinya tidak minus lagi. Tahun ini fokusnya mendorong pabrik-pabrik untuk investasi mesin dulu sehingga efisiensinya akan meningkat," kata Ade dalam pertemuan dengan media di Jakarta, Rabu (12/4).
Kelesuan industri tekstil berdampak langsung pada ekspor komoditas tesebut yang dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan penurunan. API mencatat beberapa hal menjadi faktor penyebab tren penurunan ekspor tersebut.
Ade menjelaskan nilai ekspor TPT pada 2016 tercatat turun 9% dari tahun sebelumnya. Saat ini, sebagian besar ekspor Indonesia merupakan barang jadi yaitu 70%, sedangkan sisanya merupakan produk tekstil seperti benang dan serat.
Hal utama yang menjadi perhatian industri yaitu biaya yang dikeluarkan untuk energi. API mencatat saat ini biaya energi di Indonesia yaitu US$12 sen per kWh, sedangkan biaya listrik di negara-negara pesaing lebih rendah, seperti Vietnam yang US$7 sen per kWh dan Bangladesh US$6 sen per kWh.
“Secara makro, kita bisa lihat energi yang Indonesia masih kalah dari negara-negara pesaing. Harga di [energi listrik] di India memang kurang lebih sama dengan kita tapi kebijakan di sana lebih kuat,” terang Ade.