Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perhubungan memberikan tenggat waktu hingga Mei tahun ini bagi Port of Rotterdam Authority agar memastikan kejelasannya untuk memulai pengerjaan proyek Pelabuhan Kuala Tanjung Tahap II.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menegaskan bahwa apabila sampai batas waktu Mei 2017 belum diperoleh kepastian terkait pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung tersebut, maka proyek itu akan diserahkan kepada investor lainnya.
"Saya sudah ketemu dengan orang Port of Rotterdam, kita kasih mereka batas waktu sampai Mei 2017. Kalau tidak jelas kapan dibangun, akan kami kasihkan saja ke investor lainnya," ujarnya, Selasa (10/4).
Pihaknya berharap agar Port of Rotterdam tidak hanya bersembunyi dibalik nama besar yang sudah disandangnya saja, namun juga dapat segera merealisasikan pengembangan Pelabuhan Kuala Tanjung tersebut.
Menhub Budi Karya mengaku sudah tidak sabar untuk segera dimulainya pembangunan proyek Pelabuhan Kuala Tanjung tersebut sebagai bagian dari upaya untuk segera mewujudkan sebagai pelabuhan hub internasional.
Apalagi, lanjut dia, saat ini Pemerintah Indonesia sudah resmi mulai melayani jasa pemanduan kapal di Selat Malaka dan Selat Singapura di mana hal itu juga diharapkan sebagai jembatan untuk turut mendongrak keberadaan Kuala Tanjung.
"Petugas pandu di Selat Malaka itu juga diharapkan sebagai duta yang mempromosikan kemajuan Indonesia, dan juga ketika pembangunan Kuala Tanjung selesai, mereka juga diharapkan bisa menarik masuknya kapal-kapal itu ke sana," ujarnya.
Terlebih, rencana pembangunan pelabuhan itu sudah masuk ke dalam proyek strategis nasional, di mana dukungan penyiapan infrastruktur transportasi pun telah disiapkan Kemenhub, salah satunya yakni dengan pembangunan akses kereta api dari Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Sei Mangke sampai ke Pelabuhan Kuala Tanjung.
“Kita ingin Kuala Tanjung langsung jadi besar, karena kita sudah investasi banyak, tapi mereka (Port of Rotterdam) belum bangun juga. Gimana susahnya kita bikin jalur kereta api, bikin jalan tol, tiba-tiba dimainin saja. Mereka mesti tentukan pilihannya,” terangnya.
Direktur Eksekutif Nasional Maritime Institute Siswanto Rusdi mendukung upaya ultimatum yang dilakukan oleh Kemenhub kepada Port of Rotterdam tersebut.
Pasalnya, pemilihan Port of Rotterdam sebagai mitra yang diharapkan dapat mendatangkan pelayaran internasional skala besar untuk melayari ke Kuala Tanjung dinilai memang kurang tepat.
"Keahlian Port of Rotterdam itu pada manajemen pengelolaan pelabuhan, terkait efisiensi, modernisasi, dan mekanisasi. Tapi kalau untuk mendatangkan jaringan pelayaran internasional, mereka lemah disitu," jelasnya.
Sebelumnya, Oktober tahun lalu, diketahui bahwa dalam rangka untuk mengakselerasi percepatan pengembangan pelabuhan Kuala Tanjung, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I menandatangani nota kesepahaman dan sekaligus perjanjian kerjasama dengan Port of Rotterdam Authorithy tentang Port Management Services In Developing Port Of Kuala Tanjung.
Ruang lingkup Port Management Services In Developing Port Of Kuala Tanjung ini terdiri dari Port Analysis Model (PAM) dan Port Managemen Program (PMP).
Kerjasama tersebut sebagai wujud keseriusan Pelindo I dalam mempercepat pengembangan pelabuhan Kuala Tanjung, sebagai upaya menjadikan pelabuhan tersebut sebagai Hub Port Indonesia di bagian Barat.
Serta, sebagai bagian dari upaya mendukung program tol laut yang berfokus pada pengembangan nasional jaringan maritim, bisa dilakukan dengan peningkatan kapasitas infrastruktur pelabuhan yang bertujuan untuk membuat layanan logistik lebih efisien dan kompetitif sehingga menghasilkan peningkatan daya saing nasional.
Proyek pengembangan pelabuhan Kuala Tanjung adalah program yang sangat penting bagi Pelindo I. "Karenanya Pelindo I memilih Port of Rotterdam sebagai mitra, yang telah memiliki pengalaman panjang dalam mengembangkan dan mengelola pelabuhan kelas dunia untuk membantu pengembangan pelabuhan Kuala Tanjung.