Bisnis.com, JAKARTA-- Neraca jam kerja menjadi salah satu indikator makro ekonomi layaknya neraca perdagangan dan pembayaran.
Pernyataan itu diungkapkan oleh mantan Presiden ketiga BJ. Habibie dalam Presidential Lecture bertemakan Peningkatan Daya Saing Indonesia Melalui Penciptaan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas yang digelar oleh Bank Indonesia.
Menurutnya, baik Pemerintah maupun legislatif perlu memperhatikan neraca jam kerja yang mana menjadi kunci produktivitas seseorang.
Dia mencontohnya banyak anak bangsa yang pintar namun tidak memiliki kesempatan untuk menerapkan dan mengembangkan inovasi agar bisa meningkatkan daya saing.
“Jadi profesor pun tidak berarti anda bisa membuat kapal, punya sistem pertanian yang unggul, itu hanya bisa ditempa jikalau yang bersangkutan tidak nganggur, ada kerjaannya, tidak di PHK,” ujar Habibi di Bank Indonesia, Senin (13/2).
Pembahasan tentang ‘neraca jam kerja’ nampaknya menjadi topik pilihan bagi mantan Presiden ketiga itu. Sebab, dari data yang dihimpun Bisnis, pada 2012 silam Habibi juga pernah menyinggung tentang necara jam kerja.
Dia juga mengkririsi pasar domestik yang begitu besar di bidang transportasi, komunikasi dan sektor lainnya harus rela diserbu produk impor.
Padahal, jika diproduksi di dalam negeri mengandung jutaan jam kerja baik untuk penelitian, pengembangan dan produksi produk.
Menurutnya, pemerintah harus lebih hati-hati dalam melakukan impor. Sebab, dengan seringnya pemerintah melakukan impor maka sama artinya dengan pemerintah membiayai anak bangsa lain sedangkan anak bangsa Indonesia terabaikan.
Sudah mejadi rahasia umum jika saat ini tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia memang meningkat.
Sayangnya hal itu hanya dinikmati sebagian golongan saja.
Oleh karenya itu dia ingin agar pemerintah dan legislatif menyusun neraca jam kerja.
“Saya sarankan agar orang-orang yang ada disini menyusun neraca jam kerja. Adakan brainstorming, bicara. saya bersedia datang jika diundang,” tukasnya.