Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perindustrian mendorong keterhubungan yang lebih baik antara sekolah menengah kejuruan (SMK) dengan industri. Kebutuhan tenaga kerja oleh dunia usaha diharapkan dapat dipenuhi dari pendidikan dan pelatihan vokasi.
Dorongan itu ditunjukkan melalui penerbitan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 3 tahun 2017 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan Berbasis Kompetensi yang Link and Match dengan Industri.
Menteri Perindustrian Airlangga hartarto mengatakan Permen tersbeut diharapkan lebih banyak mendorong siswa pendidikan kejuruan lebih banyak masuk ke industri dan tidak gagap di kala mereka lulus dari pendidikan.
“Peraturan ini akan menjadi pedoman bagi SMK dalam menyelenggarakan pendidikan kejuruan yang link and match dengan industri. Sedangkan, bagi perusahaan, untuk memfasilitasi pembinaan kepada SMK dalam menghasilkan tenaga kerja industri yang terampil dan kompeten,” kata Airlangga melalui keterangan resmi, Senin (13/2).
Dia menyebut jumlah tenaga kerja industri manufaktur di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Misalnya, tenaga kerja di tahun 2006 sebanyak 11,89 juta orang meningkat menjadi 15,54 juta orang pada tahun 2016, atau dengan rata-rata kenaikan sekitar 400 ribu orang per tahun.
“Berdasarkan perhitungan kami, dengan rata-rata pertumbuhan industri sebesar 5—6% per tahun, dibutuhkan lebih dari 500-600 ribu tenaga kerja industri baru per tahun,” ungkap Airlangga.
Untuk itu, Airlangga berharap, pendidikan kejuruan yang memiliki konsep keterkaitan dan kesepadanan dengan dunia industri akan mampu memasok tenaga kerja terampil.
“Pemerintah telah menargetkan jumlah tenaga kerja dalam program ini bisa mencapai satu juta orang pada tahun 2019. Oleh karenanya, sebanyak 200 SMK di seluruh Indonesia yang akan kami libatkan,” tuturnya.
Dalam Permenperin tersebut, dijelaskan peran SMK, antara lain melakukan penyusunan kurikulum yang mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) atau standar internasional. Upaya ini akan melibatkan pelaku dan asosiasi industri.
“Di Austria, Swiss, dan Jerman, sebagai negara yang industrinya cukup maju, mereka menerapkan waktu belajar di SMK selama empat tahun dan usia 16 tahun sudah magang. Bahkan, Kadin dan industri di sana yang menyiapkan kurikulumnya,” ujar Airlangga.