Bisnis.com, JAKARTA— Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mengusulkan adanya perubahan paradigma mengenai mekanisme pelatihan dan penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Pasalnya, selama ini mekanisme pelatihan dan penempatan TKI ke luar negeri lebih banyak dibebankan kepada pihak swasta atau Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS).
“Sebenarnya persoalan dari TKI sendiri bertumpu pada dua hal yaitu kualitas dan pengiriman nonprosedural. Dua hal ini bisa diperbaiki dengan perbaikan mekanisme yang sudah terlanjur ada di Undang-Undang No. 39 Tahun 2014,” kata Kepala BNP2TKI Nusron Wahid di Jakarta, Minggu (5/2).
Dirinya merinci pemerintah harus terlibat aktif dalam proses pelatihan TKI di Balai Latihan Kerja (BLK)/ sekolah vokasi, sebelum menyerahkannya kepada agen swasta atau PPTKIS. Selanjutnya, PPTKIS akan memanfaatkan jaringannya untuk mendapatkan lowongan pekerjaan di negara tertentu.
Tetapi yang terjadi saat ini, proses pra penempatan dibebankan oleh pihak swasta sehingga sejumlah penyelewengan pun terjadi. Tak hanya itu, lemahnya pengawasan yang melibatkan kooordinasi antar organisasi juga merupakan salah satu di balik penyelewengan saat pra penempatan TKI.
Padahal, proses prapenempatan ini menenpati porsi dominan atau setidaknya 60%-65% dari seluruh rangkaian pemberangkatan TKI ke luar negeri.
“Perubahan UU No.39 Tahun 2014 ini sangat ditunggu karena isi UU ini terlalu rigi dalam mengatur proses persiapan hingga pemberangkatan TKI. Seharusnya UU hanya mengatur mengenai dasar filosofis dan normatif dari proses ini,” ungkapnya.
Selain mengenai UU, Nusron juga menitikberatkan pada proses pelatihan yang mengajarkan kepada TKI mengenai hak dan kewajibannya saat bekerja di luar negeri. Ketika hal ini disampaikan dengan baik, maka peluang penyelewengan menjadi semakin kecil.
Hal yang sama juga diutarakan oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (DPP Apjati) Ayub Basalah bahwa pemerintah tidak bisa melimpahkan semua tanggung jawab kepada pihak swasta.
“Kewajiban harus berimbang antara swasta dengan pemerintah. Dalam hal ini, kami seharusnya berperan dalam membuka pasar di luar negeri melalui jaringan kami,” tekannya.
Pada saat yang sama, Ketua Umum DPP Asosiasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (Aspataki) Saiful Mashud mengatakan pemerintah harus tegas dalam menerapkan kebijakan sehingga para pelaku usaha tidak dibuat kebingungan.
“Beberapa kemudahan misalnya pelayanan satu atap patut diapresiasi. Tetapi pelayanan satu atap itu harus dibarengi dengan sistem yang terintegrasi sehingga proses birokrasi mulai pemberangkatan hingga penempatan tidak terlalu panjang,” ucapnya.