Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sofyan Djalil: Pengusaha Sawit Wajib Bangun Kebun Plasma

Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil mengingatkan kalangan pengusaha kelapa sawit agar membangun perkebunan plasma untuk masyarakat.

Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil mengingatkan kalangan pengusaha kelapa sawit agar membangun perkebunan plasma untuk masyarakat.

“Kewajiban plasma ini harus ditegaskan agar kesenjangan ekonomi tidak melebar. Bagi yang belum alokasikan plasma agar dilaksanakan,” katanya dalam acara Pekan Nasional Sawit Indonesia di Jakarta, Kamis (2/2/2017).

Setiap pengusaha perkebunan diharuskan membangun plasma seluas 20% dari luas konsesi hak guna usaha. Karena itu, Sofyan memastikan BPN siap membantu pengusaha jika mengalami dalam sertifikasi lahan.

Pola kemitraan plasma merupakan amanat dari UU No. 18/2004 tentang Perkebunan. Pada 2007, perusahaan perkebunan inti diwajibkan membangun plasma dengan menyisihkan 20% luas HGU mereka.

Namun, sejak berlakunya Permentan No. 98/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, plasma masyarakat dapat dibangun dari lahan di luar konsesi yang luasnya setara dengan 20% HGU.

Secara terpisah, Managing Director for Sustainability Golden Agri Resources Ltd (GAR) Agus Purnomo memastikan perusahaan itu secara grup telah menunaikan kewajiban pembangunan kebun plasma. Dari total konsesi seluas 500.000 hektare (ha), sekitar 115.000 ha atau lebih dari 20% telah digarap oleh para pekebun plasma.

Meski demikian, Agus mengakui jika ditilik per entitas, tidak semua anak usaha GAR mengalokasikan 20% dari luas konsesi buat kebun plasma. Dia mengatakan kondisi ini disebabkan tiap entitas memiliki riwayat perizinan dan regulasi plasma yang berbeda-beda.

“Perusahaan ini sudah beroperasi lebih dari 40 tahun. Jadi sudah mengalami banyak pengaturan yang berbeda-beda,” ujarnya.

Agus mengisyaratkan GAR hanya akan memenuhi ketentuan plasma yang berlaku sejak 2013 itu. Sayangnya, saat ini kebanyakan lahan petani di sekitar konsesi entitas GAR masih berstatus kawasan hutan sehingga tidak memiliki legalitas.

Untuk itu, Agus meminta pemerintah melepaskan kawasan hutan menjadi areal penggunaan lain sehingga petani mendapatkan izin budi daya dari bupati. Langkah ini, menurut dia, sejalan dengan rencana distribusi lahan dalam skema reforma agraria.

Jika sudah legal, tambah Agus, GAR juga menginginkan agar kelompok tani bergabung dalam wadah koperasi. Dengan demikian, kontrak kemitraan antara perkebunan inti dengan plasma dapat dilakukan antara perusahaan dengan koperasi.

“Komitmen kami jelas. Kalau lahan legalnya ada besok, besok juga kami bangun plasma untuk masyarakat,” kata Agus.

Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) San Afri Awang sebelumnya bersikeras bahwa perkebunan kelapa sawit yang dilepas dari kawasan hutan wajib menyisihkan 20% konsesi untuk plasma. Pasalnya, ketentuan ini sudah tertuang dalam setiap surat keputusan menteri kehutanan tentang pelepasan kawasan hutan.

Semenjak 2004, Awang mengungkapkan sekurang-kurangnya 324.000 ha yang seharusnya sudah menjadi kebun plasma. Namun, dari 100 lebih perusahaan tidak ada yang menindaklanjuti kewajiban tersebut ketika dikonfirmasi pemerintah.

“Pokoknya alasan mereka macam-macam. Ada yang bilang enggak tahu atau alasan lain yang intinya ingin bilang mereka belum bangun,” katanya.

Selama ini, Awang mengatakan otoritas kehutanan lepas tangan karena seharusnya pengawasan dilakukan oleh instansi lain. Bupati, misalnya, sedari awal mengingatkan perusahaan ketika akan memberikan izin lokasi. Begitu pula dengan BPN saat menerbitkan surat HGU sudah menetapkan ketentuan itu.

Atas kondisi tersebut, KLHK berencana melakukan investigasi ke 100 lebih perkebunan guna memastikan kondisi faktual lapangan. Pengecekan ini juga sekaligus untuk mendata apakah masih ada konsesi yang masih memiliki tutupan hutan.

Awang menegaskan pemerintah dapat menarik kembali HGU yang belum dialokasikan untuk rakyat dan berhutan produktif tersebut. Hal ini juga bagian dari evaluasi selama masa moratorium izin perkebunan kepala sawit yang paying hukumnya segera terbit.

“Kekuasaan KLHK mutlak karena dari kamilah mereka mendapat SK pelepasan,” kata Guru Besar Manajemen Hutan Universitas Gadjah Mada ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper