Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Diancam Ketidakpastian Global, BI: Kita Harus Siap Cari Pasar Baru Ekspor

Bank Indonesia menilai ketidakpastian global tahun ini berasal dari Amerika Serikat seperti kenaikan suku bunga acuan The Fed dan kebijakan fiskal dan perdagangan.
Aktivitas bongkar muat peti kemas ekspor di Tanjung Perak, Surabaya/Bisnis.com
Aktivitas bongkar muat peti kemas ekspor di Tanjung Perak, Surabaya/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia menilai ketidakpastian global tahun ini berasal dari Amerika Serikat seperti kenaikan suku bunga acuan The Fed dan kebijakan fiskal dan perdagangan.

Gubernur Bank Indonesia Agus D.W Martowardojo mengatakan antisipasi perlu dilakukan Indonesia apabila Presiden Terpilih AS Donald Trump merealisasikan kebijakan perdagangan yang proteksionis. AS menjadi negara pangsa ekspor nonmigas terbesar (kategori negara tunggal) sepanjang 2016 dengan nilai mencapai US$15,68 miliar.

Menurutnya, Indonesia harus mulai membuka pasar baru untuk mengantisipasi kebijakan perdagangan yang akan diambil AS. Berdasarkan data terakhir dari Badan Pusat Statistik, negara yang pangsa pasar ekspor setelah AS adalah China, dan Jepang dengan nilai masing-masing US$15,10 miliar, dan US$13,21 miliar sepanjang 2016.

Sementara itu, pada ekspor ke kumpulan negara di Asean dan Eropa masing-masing memcapai US$28,74 miliar dan US$14,41 miliar sepanjang 2016.

"Tentu kita harus mesti siap dengan membuka pasar baru atau mempersiapkan diri dengan kebijakan yang akan diambil AS," katanya, di Jakarta, Jumat (20/1/2017).

Dia juga mengingatkan kenaikan Fed Fund Rate pada tahun ini akan membuat tingkat bunga pinjaman dalam valuta asing khususnya dolar AS dalam tiga tahun ke depan juga bakal meningkat.

"Jadi bagi masyarakat dan korporasi yang minjam dalam dolar AS itu harus siap dengan kondisi bunga yang lebih mahal," ucapnya.

Sebelumnya, Juda Agung, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, mengatakan kendati berjaga-jaga, bank sentral menilai kebijakan fiskal AS yang dikampanyekan Trump kurang layak untuk diimplementasikan.

Dia menuturkan defisit anggaran AS telah mencapai level 4,4% dan utang pemerintahnya telah menembus 106% dari produk domestik bruto (PDB) sehingga ruang manuver bagi fiskal tidak akan agresif.

Sementara itu, kebijakan perdagangan Trump bisa berdampak besar karena presiden AS memiliki kewenangan untuk menghentikan sepihak perjanjian perdagangan terhadap negara yang tidak menguntungkan bagi ekonomi AS.

"Indonesia tidak masuk negara yang rentan terhadap kemungkinan proteksionis. China tidak masuk di dalam negara yang berpotensi untuk terkena. Tapi kebijakan unilateral bisa. Ini yang kami tunggu," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Veronika Yasinta
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper