Bisnis.com, BANDUNG—Tekanan inflasi Jawa Barat pada akhir tahun hingga menjelang tahun baru menurun secara bulanan ke level 0,36% (mtm) dan secara tahunan sebesar 2,75% (yoy) akibat berkurangnya efek gejolak harga makanan yang sempat melonjak pada November 2016.
Hal itu sebagaimana prakiraan Bank Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Jabar sebelumnya. Angka tersebut lebih rendah dibanding bulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,55% (mtm) atau 3,20% (yoy) pada November 2016.
“Beberapa komoditas pangan utama memberikan sumbangan deflasi yang cukup besar seiring dengan mulai berlangsungnya panen,” kata Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Kepala perwakilan BI Jabar Siti Astiyah, Rabu (4/1).
Dia menuturkan, secara fundamental, berlangsungnya momen hari raya serta libur akhir tahun berdampak kepada meningkatnya permintaan khususnya di pada kelompok transportasi dan kelompok bahan makanan.
Menurut dia, depresiasi rupiah juga memberikan sedikit tekanan melalui kelompok barang impor. Secara historis, realisasi inflasi pada Desember 2016 lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi Desember periode 2011-2015 sebesar 0,85% (mtm) atau 5,25% (yoy).
Walau begitu, inflasi pada 2016 tercatat sedikit lebih tinggi dibandingkan 2015 sebesar 2,73% (yoy), namun masih terkendali dan bahkan berada sedikit di bawah rentang sasaran target inflasi tahunan sebesar 4%±1% (yoy).
“Berdasarkan disagregasinya, andil inflasi bulanan terbesar yang mencapai 0,15% diberikan oleh kelompok core atau kelompok barang yang relatif tidak bergejolak” ujar Siti.
Selanjutnya, andil inflasi bulanan terbesar kedua diberikan oleh kelompok administered prices yakni sebesar 0,13%. Adapun andil terendah diberikan oleh kelompok volatile food atau bahan makanan bergejolak sebesar 0,08%.
Pada Desember 2016, komoditas yang memberikan andil inflasi bulanan terbesar secara berturut-turut meliputi telur ayam ras (0,09%), cabai rawit (0,06%), jeruk (0,03%), daging ayam ras (0,02%), melon (0,01%), dan kacang panjang (0,01%).
Kenaikan harga pada komoditas telur ayam ras didorong oleh meningkatnya permintaan telur untuk pembuatan kue sebagai hidangan Natal dan Tahun Baru.