Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah memusnahkan ribuan benih cabai seberat 2 kilogram yang secara ilegal dibawa oleh warga asal China untuk menyelamatkan investasi petani hortikultura. Benih asal China tersebut mengandung organisme yang dapat merusak tanaman hortikultura petani.
Setelah melalui pemeriksaan di Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian, benih tersebut ternyata mengandung bakteri erwinia chrysantemi.
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Ditjen Hortikultura Yanuardi menyampaikan sepanjang tahun ini pemerintah tidak memberikan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) pada produk benih cabai sehingga dipastikan benih yang dibawa oleh warga China tersebut tidak melalui pemeriksaan secara resmi.
“Investasi petani hortikultura itu cukup tinggi, sekitar Rp50-Rp90 juta per hektare, sesuai musimnya dan lokasi penanamannya. Kalau itu tersebar, akan sangat menganggu,” kata Yanuardi saat dihubungi Bisnis, Jumat (9/12/2016).
Sebagaimana diketahui, Kamis (8/12/2016) lalu Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian memusnahkan ratusan batang tanaman cabai dan benih yang dibawa oleh warga China untuk dibudidayakan di lahan seluas 400 m2 di Bogor, Jawa Barat.
Belum lama ini, sedikitnya empat warga China tersebut ditahan pihak berwajib bulan lalu karena membuka lahan budidaya cabai merah di Tanah Air namun menggunakan paspor masuk pariwisata.
Selain itu, mereka ternyata membawa benih cabai untuk dibudidayakan yang ternyata mengandung bakter yang dapat menyebar dengan cepat dan merusak beberapa jenis tanaman hortikultura.
Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati Badan Karantina Pertanian Antarjo Dikin menyampaikan bakteri yang terkandung pada benih tersebut mengandung organisme pengganggu tanaman hortikultura dan dapat menyerang tanaman lain selain cabai.
Antarjo mengatakan pemerintah akan bekerja sama dengan pihak Kepolisian untuk memperketat lalu-lintas keluar masuknya warga negara lain di Tanah Air.
“Kemarin kami sudah musnahkan 5.000 batang pohon cabai dan benihnya yang masih cukup banyak. Menularnya sangat cepat, bahkan bisa berpindah melalui tangan kita. Kalau patogennya menular, program-program peningkatan produksi yang dicanangkan pemerintah, bisa gagal,” jelas Antarjo.
Menurutnya, bakteri erwinia chrysantemi tersebut merupakan jenis yang tidak bisa dihilangkan atau diobati dengan cara apapun, sehingga seluruh komoditas yang sudah terjangkit harus segera dimusnahkan.
Adapun, impor benih seharusnya melampirkan sertifikat kesehatan tumbuhan atau Phytosanitary Certificate sebagai dokumen yang menerangkan benih tersebut bebas dari bakteri atau penyakit apapun.
Sebelum dibawa ke Indonesia, pihak importir pun harus terlebih dahulu mengajukan permohonan ke pusat perizinan di Kementerian Pertanian. Kemudian, Ditjen Hortikultura akan menerbitkan Surat Izin Pemasukan dengan rekomendasi kesehatan tumbuhan dari Badan Karantina Pertanian.
Sebagai gambaran, Indonesia rata-rata memproduksi 1 juta ton cabai per tahun. Dengan harga BEP (break event point/BEP) di tingkat petani sebesar rata-rata Rp10.000 per kilogram dan tingkat kerugian patogen erwinia chrysantemi sebesar 70%, maka potensi kerugian petani cabai nasional mencapai Rp7 triliun jika bakteri tersebut tersebar.