Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia harus segera mengadopsi sistem national single window dari beberapa negara lain di Asia Tenggara untuk meningkatkan kualitas Indonesia National Single Window agar tak mudah down.
Yukki Nugrahawan Hanafi, Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) ini mengatakan dalam satu tahun terakhir Indonesia National Single Window (INSW) bisa mengalami permasalahan dan menyebabkan down system hingga empat kali.
“INSW kita ini kalah dibandingkan Myanmar. INSW kita sepanjang tahun sudah tiga sampai empat kali down. Ini kan dilihat oleh negara tetangga kita,” ujar Yukki kepada Bisnis, Rabu (7/12).
Yukki yang juga baru terpilih sebagai Chairman Asean Federation of Forwarders Association (AFFA) ini mengakui bahwa setiap kali INSW mengalami permasalahan sejumlah negara sahabat di Asia Tenggara mempertanyakan keseriusan pemerintah Indonesia.
“Kadang teman-teman dari negara lain sampai berkelakar, kok belum selesai-selesai juga masalah INSW? Di negara mereka national single window juga mengalami upgrading tetapi tidak lantas harus mematikan listik dan membuat sistem lumpuh total,” ungkapnya.
Dia menyarankan agar pemerintah harus belajar dari negara-negara tetangga tentang sistem national single window yang digunakan. Menurutnya INSW yang seringkali down ini membuat peluang yang besar bagi pemilik barang untuk melakukan penyelundupan.
“Penyelundupan ini kan menjadi catatan bagi pelaku usaha di negara-negara lain, harusnya di cek setiap kali INSW down itu bukan hanya di laut, tetapi juga di bandara. Kalau INSW down di bandara bisa dibayangkan berapa banyak barang yang dselundupkan melalui jalur udara,” tuturnya.
Yukki pun mendorong pemerintah agar serius mengevaluasi kinerja INSW tahun depan. Hal ini sesuai dengan momentum Masyarakat Ekonomi Asean yang akan semakin membuka peluang perdagangan antar negara di tingkat regional.
Selama tiga hari kemarin, tepatnya pada 4-6 Desember 2016 INSW tidak berjalan. Alasannya karena portal INSW melakukan migrasi platform database.
Namun kegiatan migrasi database ini berlanjut lamban sampai hari Selasa kemarin. Akibatnya para pengguna jasa mengalami kendala dalam penyelesaian dokumen kepabeanan dan pengiriman barang.
Kondisi membuat para pengguna jasa menuntut pemerintah membuat INSW menjadi badan strategis yang independen agar segera dilakukan pengembangan sistem terkait perdagangan, kepelabuhanan dan kepabeanan berjalan dengan lancar.
Para pengguna jasa mengimbau agar INSW bisa menjadi badan strategis akan mempermudah tim pengelola portal dapat mengatur anggarannya sendiri.
Dengan demikian ketika portal INSW bermasalah maka lembaga INSW itu bersama dengan operator terminal harus berinisiatif membentuk sistem mitigasi. Selama ini ketika INSW bermasalah, pemilik barang harus menanggung tarif progresif atas inap barang (long stay) di pelabuhan.
Pemilik barang juga harus mengeluarkan biaya tambahan jika dikenakan overbrengen atau pindah lokasi penimbunan (PLP). Dia berharap agar kementerian atau lembaga INSW tersebut nantinya bisa meminta terminal operator untuk tidak menarik biaya jika ada kesalahan sistem di dalam portal tersebut.