Bisnis.com, HONOLULU--Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik akan dimanfaatkan Pemerintah Indonesia untuk memperoleh gambaran arah kebijakan ekonomi dunia ke depan, terutama pasca-pemerintahan baru di Amerika Serikat.
Hal itu disampaikan Sofjan Wanandi, Ketua Tim Ahli Wakil Presiden yang ikut dalam rombongan delegasi perwakilan Indonesia untuk menghadiri KTT APEC 2016 di Lima, Peru, pada 19-20 November waktu setempat.
Dia mengatakan pemerintah ingin mengetahui lebih banyak mengenai reaksi pemimpin negara lain terhadap ketidakpastian kondisi ekonomi dunia saat ini dan sikap yang akan diambil oleh masing-masing negara tersebut. Terutama pasca-kemenangan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat terpilih yang dinilai memiliki banyak pandangan kontroversial, khususnya kebijakan ekonomi internasional.
"Pemerintah ingin tahu perubahan kebijakan di sejumlah negara berpengaruh, apa yang akan terjadi sekarang dengan Trump yang punya kebijakan tak jelas ini,"katanya saat singgah di Honolulu, Hawai, dalam perjalanan keberangkatan ke Peru, Kamis(18/11/2016) waktu setempat atau Jumat(19/11/2016) waktu Indonesia.
Dalam kampanye pemilihan presiden beberapa waktu lalu, Trump memaparkan sejumlah komitmen dan program ekonomi yang menimbulkan ketidakpastian ekonomi global sehingga sulit terprediksi. Beberapa kebijakan yang dijanjikan akan berubah antara lain terkait proteksi perdagangan internasional, pelonggaran UU Reformasi Finansial Dodd Frank dan kebijakan amnesti pajak.
"Harapannya, Forum APEC bisa lebih membuka arah kebijakan ekonomi global, terutama konsentrasi masing-masing negara rekan kerja sama utama seperti China, Jepang, Korea Selatan, dan tentu AS,"ungkapnya.
Nantinya, sejumlah pemimpin negara tersebut memang dijadwalkan hadir, seperti Presiden Amerika Serikat Barack obama, Presiden China Xi Jinping, dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe.
Dari hasil pendekatan dan perbincangan dengan pemimpin negara lain, pemerintah bisa menggunakan informasi tersebut sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan untuk menggerakkan ekonomi dalam negeri.
Dalam Forum APEC kali ini, Indonesia akan lebih mempertimbangkan kepentingan dalam negeri ketimbang hanya berfokus pada kesatuan Asia Pasifik. Intinya, pemerintah akan berupaya menyelamatkan diri dengan bekerja sama untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi dalam kurun waktu satu sampai dua tahun ke depan.
Pemerintah juga akan memanfaatkan forum APEC untuk melakukan sejumlah pertemuan bilateral dengan negara anggota lain, seperti Republik Sosialis Vietnam, dan Papua Nugini. Indonesia kemungkinan akan menawarkan sejumlah peluang kerja sama perdagangan dan investasi langsung.
"Pasti akan ada beberapa bilateral meeting tapi biasanya mereka ingin bicara informal. Besok kami akan bertemu lebih banyak [pemimpin negara] dibanding [APEC 2015] sebelumnya,"paparnya.
Tentu akan hadir pula sejumlah pemimpin lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional. Hal itu bisa dimanfaatkan untuk bernegosiasi terkait kebutuhan Indonesia dalam meningkatlan pembangunan infrastruktur melalui investasi swasta.
Dalam kesempatan berbeda, Vice President World Bank Asia Pacific Victoria Kwa Kwa menyampaikan Indonesia sebagai salah satu negara dari kawasan Asia Tenggara seharusnya bisa mengoptimalkan forum pertemuan APEC untuk lebih dekat dengan negara-negara di kawasan Pasifik. Selain itu, dapat bekerja lebih keras khususnya untuk inisiatif regional seperti Asia Pasifik.
Lembaga multilateral itu berharap, pertemuan negara anggota APEC kali ini akan menghasilkan sebuah kesepakatan positif demi mendorong pertumbuhan ekonomi dunia. Negara anggota juga diharapkan memperkuat kerja sama dan saling berkoordinasi demi kepentingan global.
"APEC diharapkan mampu menggambarkan kekuatan masing-masing negara untuk membangun kekuatan kolektif sehingga bermanfaat bagi kawasan,"ungkapnya.
Sejumlah topik yang akan didiskusilan oleh para pemimpin negara anggota dalam KTT APEC ke-21 antara lain, kebijakan perdagangan internasional di masa mendatang, pertumbuhan dan perkembangan kondisi masyarakat di kawasan Asia Pasifik yang berjumlah mencapai 3 miliar jiwa.
Pembahasan tema itu berdasarkan prioritas peningkatan integrasi ekonomi regional, mendorong pasar pangan di kawasan, mendukung perkembangan usaha kecil dan menengah, serta menciptakan lapangan kerja.