Bisnis.com, BANDUNG - Pemerintah Provinsi Jawa Barat meminta daerah mengatur ulang regulasi perizinan berdirinya pasar modern dan minimarket.
Gubernur Jabwa Barat Ahmad Heryawan mengatakan hal ini dimaksudkan untuk mengendalikan keberadaan toko-toko modern yang menjamur. Regulasi ulang perlu agar tidak mengancam keberlangsungan pasar tradisional dan warung kecil milik masyarakat.
"Bupati/ wali kota bisa meregulasi ulang perizinan toko modern dari jumlah, dari jaraknya dengan usaha milik masyarakat. Jadi keseimbangan antara toko modern, dan toko tradisional yang dikelola warga bisa seimbang, bahkan kalau mengancam keberlangsungan ekonomi masyarakat ya moratoriumkan juga boleh," katanya di Bandung, Jumat (18/11/2016).
Dia menilai menjamurnya toko, dan pasar modern secara besar-besaran berisiko hadirnya ketimpangan pertumbuhan ekonomi antara pemilik modal, dan perekonomian masyarakat.
"Pengaturannya adalah yang modern, besar, kecil harus diregulasikan, jangan kemudian ke pelosok-pelosok diizinkan. Karena ini gurita dari perusahaan besar, dampaknya terhadap pasar kecil," ujarnya.
Pada dasarnya, wewenang dalam memberikan perijinan tersebut adalah pemerintah kabupaten/ kota. Namun, pihaknya mengimbau para kepala daerah di Jawa Barat untuk menjamin seluruh aktifitas perdagangan baik modern maupun tradisioal tetap tumbuh dan hidup.
"Pertumbuhan warung modern ada di kewenangan Bupati/ Walikota, harus bisa membuat regulasi yang membuat orang hidup semuanya," paparnya.
"Oleh karena itu jika sudah parah silahkan moratorium, tapi jika regulasinya masih bisa diatur silahkan diatur, harus bisa menjamin warung gede hidup, warung kecil, menengah hidup ,warung tradisional juga hidup," pungkasnya.
Terpisah, Pemkot Cimahi berjanji akan lebih memperketat pendirian minimarket. Pasalnya, dari 139 outlet yang ada, hanya tujuh yang telah mengantongi perizinan lengkap, disamping dampaknya terhadap warung kecil mulai dikeluhkan masyarakat.
Kepala Bidang Perdagangan dan Pariwisata Diskopindagtan Cimahi Muhamad Sutarno mengatakan sebagian besar minimarket yang bermasalah di Cimahi itu diketahui dari hasil koordinasi antara Diskopindagtan dan Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Satpol PP.
Selain tujuh minimarket yang sudah memperpanjang izin, praktis sisanya merupakan minimarket yang bermasalah dengan perizinan. Sebanyak 81 minimarket yang tidak berizin, 46 minimarket yang sudah menerima surat peringatan kesatu (SP1), dan 5 minimarket yang ditutup/disegel.
"Itu berdasarkan data verifikasi. Jumlah total minimarket ada 139," kata Sutarno.
Menurut dia, permasalahan izin yang dialami 132 minimarket di Cimahi itu karena para pemilik atau pengelolanya tidak mengindahkan Peraturan Daerah Kota Cimahi No 1/2010 tentang Penataan dan Perlindungan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
Meskipun begitu, penegakan perda tersebut menjadi wewenang Satpol PP, karena Diskopindagtan berfungsi melihat, memantau, mensurvei dan memberikan perlindungan pada konsumen tentang barang dan jasa yang diperdagangkan, kemudian persoalan izinnya diurus oleh BPPMPTSP.
"Bidang Perdagangan tidak bisa mengeksekusi minimarket yang tidak berizin, itu ranahnya Satpol PP," katanya.
Sutarno menjelaskan permasalahan minimarket bukan hanya menyangkut perizinan, tetapi ada juga yang melanggar ketentuan mengenai tata ruang kota. Contohnya, kata dia, ialah minimarket yang berdekatan dengan pasar tradisional.
"Padahal, jarang antara pasar tradisional dengan minimarket itu kalau tidak salah seharusnya 1-2 kilometer," ujarnya.
Kepala Satpol PP Kota Cimahi Dadan Darmawan menyatakan tengah menindak secara bertahap minimarket tanpa izin di Cimahi. Sesuai dengan standard prosedur operasional, penindakan dilakukan setelah pihak minimarket tak menggubris surat peringatan yang dilayangkan tiga kali.