Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hasil Pertanian Lahan Gambut: Kopi Liberika Kurang Promosi

Petani kopi liberika di Tanjung Jabung Barat, Jambi mengeluhkan kopi liberika yang mereka produksi kurang dipromosikan.
Sumarno, petani kopi liberika, di Tanjung Jabung Barat Jambi, memegang bubuk kopi dan bijih kopi liberika, Minggu (6/11/2016)./Bisnis.com-Nancy Junita
Sumarno, petani kopi liberika, di Tanjung Jabung Barat Jambi, memegang bubuk kopi dan bijih kopi liberika, Minggu (6/11/2016)./Bisnis.com-Nancy Junita

Bisnis.com, JAMBI – Petani kopi liberika di Tanjung Jabung Barat, Jambi mengeluhkan kopi liberika yang mereka produksi kurang dipromosikan.

Hal itu terungkap dari penuturan petani kopi liberika, Sumarno dan istrinya Ny Sapura di kawasan terpadu produksi pinang dan kopi, Kelurahan Mekar Jaya Kecamatan Bentara, Tanjung Jabung Barat, Jambi, Minggu (6/11/2016).

Sumarno, yang juga Ketua I Kelompok Tani Sri Utomo III, menuturkan bahwa, kopi liberika yang ditanamnya sejauh ini dijual ke Malaysia melalui pedagang pengumpul.

Justru, katanya, permintaan lebih banyak dari Malaysia dibanding permintaan dalam negeri. Kopi liberika ini bersaing dengan kopi lain, seperti robusta, dan kopi luwak.

Dikatakan, kopi liberika yang dibudidayakan para petani di Tanjung Jabung Barat sudah dipatenkan pada tahun 2014 dengan nama Liberika Tungkal Komposit.

Selain sudah dipatenkan, produksi bijih kopi pun sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Pusat Penelitian Jember.

Bijih kopi yang terstandar atau kelas 1 itu dijual ke Malaysia dengan harga di pedagang pengumpul Rp65.000 hingga Rp75.000 kg. Selain yang terstandar, ada juga kopi liberika kelas 2 dengan harga Rp35.000/kg hingga Rp40.000/kg.

Selain itu, ada bijih kopi liberika kelas super yang dijual seharga Rp180.000/kg. Kopi kelas super ini lebih mahal, karena berasal dari buah kopi yang hanya terdiri dari satu biji.

Petani setempat menamai kopi ini dengan nama “kopi lanang”. Selain memiliki 1 biji, buah kopi liberika umumnya terdiri atas 2 biji.

“Kopi yang satu biji ini lebih terasa kafeinnya. Permintaan kopi lanang ada tapi jarang, paling setengah kilogram sebulan,” ujar Sumarno.

Dijelaskan Sumarno, untuk mempromosikan kopi liberika dia dan petani lainnya telah mengikuti berbagai pameran di Jakarta, Yogyakarta, Batam, namun setelah diberi sampel sekitar 10 kg, umumnya tidak ada respons balik dari pembeli.

“Kami juga sudah memberi sampel ke kafe-kafe, tetapi tidak ada respons,” ujarnya.

Sumarno yang memiliki lahan kopi 2 hektare menuturkan, dalam sebulan dia bisa menjual bijih kopi kelas 1 sebanyak 10 kg, sedangkan kelas 2 sebanyak 100 kg.

Kopi liberika adalah kopi khas dari lahan gambut. Warna bubuk kopi liberika berwarna cokelat, dan rasanya tidak “seberat” kopi robusta, dan sedikit asam.

Jelutung

Bila petani lahan gambut di Tanjung Jabung Barat kesulitan mempromosikan biji kopi liberika, demikian juga dengan petani jelutung rawa di Desa Sungai Beras Tanjung Jabung Timur.

Petani jelutung bingung hendak menjual ke mana getah jelutung yang ditanam di hutan desa di Sungai Beras.

Hutan desa yang dikelola para petani adalah hutan lindung, dan mereka mendapat izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengelola hutan gambut seluas 2.200 hektare seama 35 tahun.

Menurut Sekretaris Desa Sungai Beras, harga jelutung di pasar berkisar Rp35.000 hingga Rp40.000/kg. Tapi, mereka belum menemukan pedagang pengumpul yang mau membeli dengan harga tersebut. Malah di pasar, katanya, Rp7.000/kg.

Jelutung memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan di lahan rawa karena keunggulan ekologi dan ekonomi. Tanaman ini mengandung getah, yang bisa dipergunakan untuk kosmetik, karet, isolator. Sementara, kayunya bisa digunakan untuk pensil, vinir, moulding.

Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono saat pembukaan Jambore Masyarakat Gambut di Jambi, Sabtu (5/11/2016) menuturkan, pihaknya akan bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi, untuk mengupayakan tata niaga domestik, menampung hasil pertanian petani lahan gambut.

“Bisa juga nanti ditampung lewat badan usaha milik desa,” katanya.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nancy Junita
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper