Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan akan segera membentuk skema penugasan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan alat pertanian cangkul dengan kemampuan industri dalam negeri.
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan akan membentuk skema penugasan bagi tiga BUMN, yaitu PT Krakatau Steel, PT Boma Bisma Indra, dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia agar dapat memenuhi kebutuhan lokal yang mencapai 10 juta unit per tahun.
“Saat ini kebutuhan lokal 10 juta unit per tahun. Kemampuan produksi kalau dari industri yang besar sekitar 700.000 per tahun. Industri kecil dan menengah [IKM] kita jumlahnya kira-kira 2.000. Masalahnya, kebutuhan besar, dan perlu waktu pengadaannya, maka butuh impor,” terangnya, Senin (31/10/2016).
Adapun bahan yang dipakai untuk cangkul merupakan baja high carbon dan kebutuhannya hanya sekitar 15.000 ton dari total kapasitas rolling milik PT Krakatau Steel Tbk 3,15 juta ton.
Sejak 1997, lanjutnya, cangkul dikategorikan sebagai barang yang diatur tata niaga impornya berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.230/1997 sehingga pemerintah hanya memberi izin impor kepada BUMN.
“Permintaan tidak serta merta kami penuhi karena membutuhkan waktu hampir 6 bulan untuk menghitung kembali [kebutuhan],” ungkapnya.
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Dody Edward menyatakan hingga saat ini Kementerian Perdagangan memberikan izin impor cangkul kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia pada Juni – Desember 2016.
Adapun impor sudah dilakukan lewat pelabuhan di Medan. Dari alokasi 1,5 juta unit, hanya sekitar 5,7% yang direalisasikan atau sebanyak 86.160 unit kepala cangkul.
“Kami sudah lama tidak impor. Kalau misalnya industri dalam negeri bisa [memproduksi sendiri], tentu tidak perlu impor. Impor adalah pilihan terakhir dari kami, sementara itu produk yang masuk harus memenuhi standar yang ada agar monitoring mudah,” ujarnya.
Lagipula, lanjutnya, barang yang diimpor hanya kepala cangkulnya saja, jadi masih perlu pengerjaan untuk bisa sampai ke pengguna.