Bisnis.com, JAKARTA – Volume impor bahan baku tekstil terus menanjak karena harga produk impor jauh lebih murah dari produk lokal.
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan selisih harga yang signifikan membuat produsen tekstil memilih menggunakan bahan baku impor.
Perbedaan harga antara benang dan kain impor dan produk industri domestik semakin tajam setelah pemberlakuan bea masuk anti dumping bagi produk serat.
“Sekarang perbedaan harga di serat saja bisa sampai 25%. Selisihnya semakin tajam semakin ke hilir, di benang dan kain harga [produk domestik] semakin mahal,” kata Ade, Minggu (23/10/2016).
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan volume impor seluruh produk tekstil tahun ini berada dalam tren kenaikan di saat volume impor serat tekstil justru merosot tajam.
Kenaikan tertajam terjadi pada impor kain tenunan. Volume impor kain tenun tumbuh 34,9% year on year pada Januari—Agustus 2016, padahal tahun lalu impor kain tenun hanya tumbuh 2,62%.
Pada periode yang sama, volume impor kain bordir naik 11,03%, sutra naik 6,61%, dan kain rajutan naik 2,99%. Adapun volume impor benang pintal dan benang filamen buatan masing-masing naik 11,81% dan 6,34%.
Di sisi lain, volume impor serat tekstil anjlok 31,08% dari 7,66 juta ton pada Januari—Agustus 2015 menjadi 5,28 juta ton pada Januari—Agustus 2016.