Bisnis.com, JAKARTA – Parlemen meminta pemerintah untuk tidak ragu menghukum perusahaan yang melakukan pencemaran lingkungan seiring dengan pengesahan ratifikasi Perjanjian Paris.
Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sjachrani Mataja mengatakan salah satu klausul Perjanjian Paris adalah pembatasan kenaikan suhu global di bawah 2 derajat celcius dari tingkat praindustri. Konsekuensinya, pemerintah harus menegakkan aturan yang telah mengatur ambang batas pembuangan limbah yang bisa mencemari polusi lingkungan.
“Hal itulah yang diterapkan dengan tegas dan sebaik-baiknya. Jangan lagi ada kata tolerir bagi pencemaran lingkungan,” katanya dalam pernyatan resmi, Kamis (20/10/2016).
Indonesia, tambah politisi Partai Gerindra ini, juga harus bekerja sama dengan negara-negara tetangga untuk mengatisipasi terjadinya bencana alam. Menurutnya, bukan tidak mungkin perubahan iklim dan bencana alam akan mempengaruhi penghasilan nelayan dan petani Indonesia.
DPR secara resmi telah mengesahkan UU tentang Pengesahan Perjanjian Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim dalam Rapat Paripurna DPR ke-9, Rabu (19/10/2016) kemarin. Indonesia merupakan negara ke-85 yang telah meratifikasi Perjanjian Paris.
Komitmen Indonesia untuk menjalankan Perjanjian Paris dinyatakan dalam Nationally Determined Contribution (NDC) dengan target pemangkasan 29% emisi gas rumah kaca pada 2030.
Secara terpisah, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya meminta pelaku usaha kehutanan untuk ikut terlibat dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca. Salah satunya dengan ikut berinvestasi dalam bisnis restorasi ekosistem.
Selain itu, dia mengajak pebisnis untuk melakukan pencatatan dalam usaha pengembangan carbon stock berupa penanaman dan pemeliharaan kawasan lindung, seperti flood plan, teras sungai, sebagai mozaik landscape di areal konsesi hutan tanaman industri. “Kita perlu antisipasi bila perdagangan karbon nanti akan terjadi secara luas,” ujarnya.