Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo akan memutuskan sendiri regulasi dan kebijakan mana yang perlu diperbaharui guna mengatasi kesenjangan antara ketersediaan bahan baku dengan kebutuhan industri perikanan nasional.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Maritim) Ridwan Djamaluddin mengungkapkan instansinya telah mengidentifikasi masalah-masalah dalam usaha perikanan melalui kunjungan ke sentra-sentra industri. Temuan itu akan dikompilasi dengan data-data primer milik kementerian sektoral untuk dianalisis dan dibuatkan solusi kebijakan dalam beberapa opsi.
“Kami akan melaporkan opsi itu kepada Presiden Joko Widodo untuk diputuskan mana yang diambil untuk percepatan industri. Opsi yang akan dilaporkan itu masih harus lewat satu kali rapat para menteri pada Kamis (6/10/2016) lusa,” katanya kepada Bisnis.com usai Rapat Alat Penangkap Ikan Cantrang di Jakarta, Selasa (4/10/2016).
Ridwan mengatakan masalah sektor perikanan masih berkutat pada kesenjangan atau gap antara pasokan dengan kebutuhan yang selama ini dikeluhkan oleh kalangan pelaku industri. Berdasarkan hasil temuan di Bitung, Sulawesi Utara, misalnya, pengusaha setempat melaporkan produksi hanya 16% dari kapasitas terpasang pabrik.
Temuan di Bitung akan menjadi salah satu indikator masalah industri perikanan secara keseluruhan. Kekurangan bahan baku ditengarai dampak dari regulasi-regulasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) seperti larangan operasi 1.132 kapal eks asing, alih muatan di tengah laut, hingga perizinan yang berbelit-belit.
Kemenko Maritim, tambah Ridwan, tidak akan menelan mentah-mentah laporan pelaku usaha tersebut. Pasalnya, harus ada pembanding antara produksi dan kapasitas terpasang sebelum dan sesudah regulasi-regulasi tersebut diterbitkan.
“Karena tolak ukur bukan dari kapasitas terpasang pabrik tapi pemanfaatan sebelumnya. Jadi kalau (sebelum adanya regulasi) pemanfaatan di Bitung aslinya 40% jadi 16% kan berbeda jika dari 100% tinggal 16%,” katanya.
Namun, Ridwan memprediksi temuan lapangan itu tidak jauh berbeda dengan data KKP karena pelaku usaha juga melaporkan produksinya secara terbuka. Menurutnya, mustahil bagi pemerintah untuk mengumpulkan data primer akurat karena saat ini saja terdapat 61.000 pelaku usaha di sektor perikanan.
Ketika dimintai konfirmasi, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengaku tidak mengetahui undangan rapat koordinasi yang akan digelar pada Kamis tersebut. Bila pun terlaksana, dia kemungkinan hanya akan diwakilkan oleh anak buahnya. “(Pada hari Kamis) saya ada kunjungan kerja ke Natuna,” ujarnya via pesan singkat.
Susi pun tidak mengungkapkan apakah benar Presiden Jokowi memang secara khusus meminta opsi untuk membenahi perikanan. Pasalnya, dalam Inpres No. 7/2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional, Presiden telah mendelegasikan kewenangan evalusi peraturan yang menghambat dunia usaha langsung kepada Menteri Susi.
Dalam beberapa kesempatan, Susi memastikan tidak akan mengubah aturan, khususnya di sektor perikanan tangkap seperti larangan kapal eks asing dan cantrang. Apalagi, mantan Presiden Direktur PT ASI Pudjiastuti Marine Product ini mengklaim mendapat dukungan penuh dari RI-1.
Susi hanya merelaksasi aturan alih muatan di tengah laut, tetapi dengan syarat yang lebih ketat. “Jika kapal-kapal eks asing itu diizinkan masuk, saya lebih baik mundur,” katanya.
Sementara itu, Ridwan Djamaluddin membenarkan regulasi yang menghambat industri adalah larangan kapal eks asing dan alih muatan di tengah laut. Namun, dia meyakini Menteri Susi akan menerima keputusan apapun yang diambil Presiden karena telah diputuskan secara bersama.
“Kan anak buah Bu Susi semua yang tadi hadir di sini,” katanya merujuk pada peserta rapat yang berasal dari KKP.