Bisnis.com, JAKARTA - Persoalan reklamasi di beberapa wilayah selalu menjadi topik hangat untuk dibahas. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjelaskan pembangunan reklamasi seyogyanya sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo.
“Permintaan Pak Presiden sudah sangat jelas. Reklamasi jangan sampai melanggar Undang-undang, tidak boleh merusak lingkungan, tidak merugikan nelayan dan tidak ada yang menabrak peraturan,” jelas Susi saat memberi pengarahan dalam Diskusi Publik bertajuk Kebijakan Reklamasi,di gedung KPK, Selasa (4/10/2016).
Susi mengungkapan saat ini tercatat 37 lokasi yang akan dikembangkan melalui reklamasi. “Total ada 37 lokasi, yang 17 sedang reklamasi. Yang 20 akan melakukan reklamasi,” lanjutnya.
Menurutnya, pada rapat dengan Menteri Koordinator Maritim terdahulu, hal yang dibahas adalah mengenai pembangunan bendungan dengan tujuan pencegahan banjir Jakarta.
Namun, dalam pelaksanaannya, Susi sangat menyayangkan karena ternyata yang dibangun lebih dahulu adalah pulau-pulau dari bagian reklamasi Teluk Jakarta.
"Jadi jika sekarang Jakarta banjir, ya bukan hal aneh. Ini flooding project. Mempercepat air dari hulu, tapi malah memperlambat air menuju pantai. Bukan naturalisasi atau dibelokkan", ungkapnya.
Susi menyadari, bahwa izin reklamasi dengan luas tanah 500 ha adalah wewenang pemerintah provinsi, sementara tugas KKP adalah memberi rekomendasi, sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Presiden No. 112/2012.
Beleid tersebut tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang menyebut bahwa izin pelaksanaan reklamasi harus dengan izin KKP.
"Pulau yang di bawah 500 hektare memang menggunakan izin Pemprov. Tapi ya kalau pulaunya ada 17, apalagi melibatkan tiga provinsi, mau bagaimana?" imbuhnya.
Saat ini, Susi beserta kementerian terkait masih menunggu keputusan dari Bapennas terkait pelaksanaan reklamasi Teluk Jakarta yang sepakat dihentikan bersama karena tumpang tindihnya peraturan.
"Kalau ini tidak ditangani secara komprehensif oleh pusat, akan menjadi masalah besar nantinya. Saya setuju harus melibatkan swasta. Tapi drive harus di pemerintah. Karena kalau hanya swasta, bisa seenaknya sendiri,” ujar Susi.