Bisnis.com, JAKARTA-- Asosiasi Tol Indonesia mempertanyakan ketegasan pemerintah atas peluang partisipasi perusahaan swasta dalam pengelolaan tol, menyusul rencana Kementerian BUMN membentuk holding BUMN konstruksi dan jalan tol untuk memperbesar aset.
Ketua Asosiasi Tol Indonesia Fatchur Rachman menilai pembentukan holding BUMN konstruksi dan jalan tol akan memperbesar kemampuan perusahaan milik negara dalam mengerjakan proyek tol di tanah air. Dengan kapasitas yang lebih besar, BUMN dapat mengerjakan proyek tol dengan skala besar.
“Ini akan memberi dampak positif. [Perusahaan] yang kecil-kecil, digabung menjadi satu yang besar, bisa melakukan deal-deal yang lebih besar dan pendanaan menjadi jauh lebih mudah,” ujarnya kepada Bisnis.com, Minggu (18/9/2016).
Meski demikian, dia menyatakan adanya holding konstruksi dan tol ini bukan menjadi jaminan kelancaran pengerjaan proyek tol di Indonesia. Menurutnya, faktor penentu keberhasilan proyek tol terletak pada kewajiban pemerintah dalam melakukan pengadaan tanah.
Di sisi lain, dia mempertanyakan keseriusan pemerintah untuk memperbesar keterlibatan sektor swasta dalam pengelolaan tol. Pasalnya, sebelum terbentuknya holding BUMN tol pun, dia menilai proyek-proyek tol telah dimonopoli oleh BUMN.
“Tadinya swasta itu ingin diberdayakan, diundang masuk. Nah ini dengan BUMN diperbesar, posisi ke depannya akan bagaimana peran swasta?” ujarnya.
Fatchur menyatakan, ketegasan pemerintah sangat diperlukan bagi perusahaan swasta dalam menentukan arah investasi perusahaan ke depannya. Bila pemerintah memang mengandalkan investasi dari BUMN untuk tol, ujarnya, maka perusahaan swasta bisa mengalihkan dana investasinya ke sektor lain yang lebih prospektif.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol Herry Trisaputra Zuna mengatakan tidak akan ada perbedaan dan perlakuan khusus terhadap holding BUMN jalan tol dalam proses lelang di masa mendatang. Dalam proses lelang, BUMN yang mendaftar sebagai peserta lelang tetap tercantum sebagai anak perusahaan.
“Dari segi pengelolaan tol yang sudah ada juga saya pikir tidak akan ada yang berubah. Ini kan hanya untuk memperbesar aset BUMN saja,” ujarnya.
Data BPJT menunjukkan, BUMN memang masih menjadi pemain utama dalam bisnis jalan tol, di mana PT Jasa Marga (Persero) Tbk memegang konsesi sebanyak 1.244 kilometer jalan tol, disusul PT Waskita Tollroad 729,2 kilometer. Sementara perusahaan swasta seperti PT Astratel Nusantara memiliki konsesi tol sepanjang 227,75 kilometer.
Direktur Utama PT Hutama Karya I Gusti Ngurah Putera menyatakan perseroan masih menunggu arahan dari Kementerian BUMN untuk pembentukn holding ini.
Dalam holding tersebut, rencananya PT Hutama Karya akan ditunjuk sebagai induk perusahaan, dengan anak perusahaan antara lain PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Waskita Karya (Persero) Tbk, PT Wijaya Karya (Persero)Tbk, PT Istaka Karya, dan PT Yodya Karya.
Dalam data roadmap Kementerian BUMN disebutkan, pembentukan holding bertujuan memperbesar kapasitas BUMN dan meningkatkan kontribusi pendapatan BUMN kepada negara, dari posisi saat 2015 yang sebesar Rp202 triliun, menjadi Rp635 triliun pada 2019.
Adapun holding BUMN jalan tol ini diproyeksikan dapat meningkatkan aset BUMN konstruksi dan jalan tol yang terlibat dari total Rp99,2 triliun pada 2015 menjadi Rp381,9 triliun di 2019.
Pemerintah membentuk enam holding BUMN sektoral pada tahun ini, yang meliputi holding sektor pertambangan, migas, pangan, perbankan dan jasa keuangan, jalan tol dan konstruksi, serta perumahan.
Pemerintah akan tetap memiliki kontrol atas anak holding BUMN, melalui penguasaan 100% saham dalam holding, saham dwiwarna di anak perusahaan, serta manajemen holding dan anak perusahaan yang ditetapkan oleh pemerintah.