Bisnis.com, JAKARTA - Penyediaan perumahan bagi kalangan pekerja tampaknya akan memasuki babak baru yang lebih cerah di masa mendatang. Setidaknya, komitmen sejumlah pemangku kepentingan untuk bersama-sama mengatasi tantangan yang ada telah mulai terlihat.
Hal ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) program pengembangan hunian untuk pekerja antara PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., BPJS Ketenagakerjaan, PT Bank Tabungan Negara Tbk, serta Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) pada Kamis (15/9/2016) di Jakarta.
Dalam kesepakatan tersebut, para stakeholder berkomitmen untuk bersinergi dalam upaya untuk menyediakan rumah bagi kalangan pekerja. Bukan rahasia lagi saat ini bahwa masih banyak pekerja yang belum memiliki hunian atau terpaksa memiliki hunian yang jauh dari tempat kerjanya akibat belum terpadunya program pembangunan rumah saat ini.
Salah satu penyebabnya sederhana, para pemangku kepentingan di dalamnya belum duduk bersama untuk mencari jalan keluar bersama yang ideal. Oleh karena itu, bertemunya para stakeholder menjadi langkah awal yang penting bagi suatu visi bersama penyelesaian masalah perumahan bagi pekerja.
Dalam seremoni penandatanganan MoU tersebut, seluruh pemangku kepentingan mengaku memiliki perhatian dan keprihatinan yang sama terhadap masalah perumahan. Hanya saja, tantangan di bidang ini memang cukup serius, tidak lain karena sistem kenegaraan yang kadang kontraproduktif terhadap upaya percepatan penyediaan perumahan.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan (BPJSTK) Agus Susanto mengatakan pada dasarnya seluruh manfaat yang dimiliki BPJS Ketenagakerjaan harus diarahkan untuk kesejahteraan pekerja. BPJSTK memiliki dana yang besar dan basis data pekerja yang harusnya bisa disinkronkan dalam program perumahan.
Namun, dirinya mengaku, setelah penandatanganan MoU ini pun pihaknya tidak dapat serta merta mengambil kebijakan implementatif atas MoU tersebut. Serangkaian aturan yang ketat membuat kebijakan yang diambil harus sangat hati-hati dan terkesan sangat lamban.
Meski begitu, dalam MoU tersebut BPJSTK telah menyatakan komitmennya untuk menjadikan program perumahan sebagai prioritas kerja BPJSTK dan menyiapkan sejumlah skema pendukung yang sudah dibahas matang dengan stakeholder lainnya.
Skema tersebut antara lain melalui bantuan likuiditas kepada perbankan, dalam hal ini BTN, untuk penyaluran kredit murah bagi pekerja. BPJSTK juga membuka wacana untuk skema investasi langsung dana BPJSTK melalui pasar modal.
“Kami mengajak teman-teman yang di pasar modal untuk membuat suatu alternatif instrumen investasi untuk mendukung pengembangan perumahan pekerja. Nanti kita akan bicarakan teknisnya, berapa perbandingan ratenya terhadap BI rate,” katanya.
BPJSTK pun memiliki sejumlah aset lahan yang cukup luas di kawasan Jonggol, Provinsi Jawa Barat, yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan rumah pekerja. Tanah tersebut milik pekerja, tetapi selama ini belum ditemukan skema kerjasama untuk pemanfaatannya.
Direktur Utama BTN Maryono menjelaskan skema kerjasama dalam MoU ini mendudukkan masing-masing stakeholder sesuai perannya tetapi dengan lebih terintegrasi dengan peran BTN sebagai integrator. BTN akan membiayai konstruksi dan penyediaan lahan agar cepat terbangun dan selanjutnya menyalurkan ke pekerja dengan kredit pemilikan rumah (KPR) dengan lebih cepat pula.
Sebagian besar dananya akan mengandalkan dana Jaminan Hari Tua (JHT) BPJSTK, yang saat ini sekitar Rp226 triliun. Seturut ketentuan PP 46/2015 tentang Penyelenggaraan Program JHT, sebesar 30% dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk pemilikan rumah pekerja.
“Secara teknis sudah kami rancang, ini nanti bisa lebih murah. Tentu tidak semua dari BPJSTK, kita blending dengan dana pihak ketiga, pasar modal, atau dari bantuan pemerintah,” katanya.
Selain menyediakan dana, BPJSTK juga bertanggung jawab untuk menyaring pekerja mana yang dapat memanfaatkan program perumahan hasil kerjasama tersebut seturut basis daya yang dimiliki. Sementara itu, konstruksinya fisik perumahan akan dipercayakan pada PTPP yang memang telah cukup berpengalaman di bidang ini dengan 51% portofolio di industri perumahan.
Adanya keterlibatan langsung para pekerja melalui KSPSI dalam MoU ini memberi warna baru sebab kalangan pekerjalah yang tahu persis masalah mereka di bidang perumahan. Keterlibatan KSPSI membuka ruang suara dari para pekerja agar arah kebijakan yang akan diambil oleh seluruh stakeholder lainnya benar-benar tepat sasaran.
Presidens KSPSI Andi Gani Nena Wea mengatakan, pekerja selama ini menjadi penyumbang yang besar bagi APBN, sekitar Rp300 triliun dari pajak penghasilan pekerja. Oleh karena itu, pekerja berhak mendapatkan prioritas dalam menyuarakan kepentingannya.
“Saya mohon bagi teman-teman stakeholder, mari kita mulai mempercepat pembangunan ini agar ini tidak jadi seremonial saja. Harus cepat tentukan lokasi, bulan depan harus sudah ada peletakan baru pertama,” kata Andi yang juga menjabat sebagai Komisaris Utama PTPP.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri yang juga turut hadir dalam acara penandatanganan tersebut berjanji untuk kian memuluskan langkah BPJSTK dalam mendukung program perumahan bagi pekerja. Saat ini, pihaknya tengah merancang regulasi untuk hal tersebut.
“Ini semua tentu karena dalam Nawacita pemerintah saat ini ingin pastikan bahwa apa yang menjadi hak-hak sosial warga negara itu secara bertahap bisa terus dipenuhi. Itu lah mengapa menjadi penting bagi kita untuk merekatkan kohesi sosial seluruh elemen [stakeholder] ini,” katanya.
Kini seremoni sudah berakhir dengan banyak saksi yang akan menagih janji-janji manis para pemangku kepentingan ini. Mudah-mudahan, keseriusan yang ditampilkan ini dapat benar-benar terwujud nyata dan tidak berakhir layaknya pepesan kosong.