Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Anomali Cuaca, Petani Tembakau Keluhkan Serapan Pabrik Rokok Tak Maksimal

Anomali cuaca pada tahun ini membuat para petani tembakau di Jawa Tengah kelimpungan karena serapan komoditas itu di pabrik rokok tidak maksimal serta penurunan kualitas produksi.
Petani memanen daun tembakau di persawahan desa Mandisari, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (24/8)./Antara-Anis Efizudin
Petani memanen daun tembakau di persawahan desa Mandisari, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (24/8)./Antara-Anis Efizudin

Bisnis.com, SEMARANG - Anomali cuaca pada tahun ini membuat para petani tembakau di Jawa Tengah kelimpungan karena serapan komoditas itu di pabrik rokok tidak maksimal serta penurunan kualitas produksi.

Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jateng merilis data hasil panen tembakau di Jateng tahun ini diprediksi menurun 40%-60% ketimbang tahun lalu.

Adapun, lahan tembakau saat ini sekitar 60.000 hektare. Pada 2015 lalu mampu memproduksi hingga 55.000 ton. Namun, tahun ini APTI memprediksi selain produksi yang menurun kualitas tembakau para petani juga tidak sebagus tahun lalu.

Perwakilan APTI Jateng Agus Pamuji menyatakan, anomali cuaca yang sering disebut La Nina belakangan ini mengakibatkan kerusakan pada tanaman tembakau. Produksi juga mengalami penurunan, sehingga tembakau petani hanya tersisa sekitar 30%.

Menurutnya, kerugian semakin besar karena kualitas produksi yang menurun berdampak pada penyerapan di pabrik.

Oleh karena itu, ujar Agus, petani meminta pemerintah mendorong pabrik rokok untuk tetap membeli tembakau petani meski di bawah grade pabrik. “Hasil panen tidak maksimal. Kualitas tembakau juga kurang baik,” paparnya, Rabu (31/8/2016).

Di sisi lain, imbuh Agus, dana bagi hasil cukai yang diperoleh agar dimaksimalkan untuk membantu petani yang merugi. Pasalnya, kerusakan tanaman membuat petani kesulitan mengembalikan modal untuk memulai usaha lagi. Dia juga meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk segera mengesahkan RUU Pertembakauan.

“Kami minta difasilitasi pemerintah agar tembakau kami yang 30% dibeli pabrik dan juga meminta kepada pemkab agar dana bagi hasil cukai digunakan semaksimalnya untuk membantu petani yang mengalami kerugian," katanya.

Agus mengatakan petani tembakau meminta dana bagi hasil cukai tembakau (DBHCT) dimaksimalkan untuk membantu petani. Terutama mereka yang gagal panen akibat anomali cuaca.

KURANG PERHATIAN

Senior Manager PT Djarum Iskandar mengatakan penurunan produksi tembakau petani disebabkan kurangnya perhatian terhadap peringatan anomali cuaca.

Semestinya, petani melakukan upaya antisipasi dengan mengurangi luasan tanam dan merubah teknologi penanaman. Sehingga mereka tidak menderita kerugian yang besar.

“Kita tahu La Nina tapi tidak berbuat apa-apa. Di Lombok begitu kita lihat La Nina, kita konsolidasi usaha, luasannya kita kurangi, teknologinya kita ubah ikut kloter pertama atau terakhir di dalam penanaman," katanya.

Iskandar menyatakan sejak awal Agustus sudah melakukan pembelian tembakau petani. Produksi tembakau petani sejumlah 30% atau setara dengan 15.000 ton dapat diserap oleh dua pabrik rokok besar, tetapi tetap ada syarat kualitas yang harus dipenuhi.

"Yang 30% itu kurang lebih sekitar 15.000 ton. Djarum dan Gudang Garam kalau segitu mungkin ya bisa sebatas memenuhi syarat," ujarnya.

Agar kerusakan tanaman tembakau tidak lagi terulang, ke depan Iskadar berharap petani tembakau lebih memperhatikan proses tanam. Sehingga produksi dan kualitas dapat dipertahankan, dan mampu menyalurkan tembakau untuk daerah di luar Jateng.

Sebaliknya, saat hasil panen buruk seperti sekarang para petani harus tetap kuat mengingat Temanggung sangat khas dengan kreteknya.

Sementara itu, Bupati Temanggung Bambang Sukarno mengatakan untuk menyelamatkan petani tembakau perlu revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 28/2016 tentang DBHCT.

Sebab sesuai aturan tersebut, DBHCT tidak dapat diberikan untuk membantu petani tembakau seperti yang dituntut APTI.

Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Jateng didorong melayangkan surat kepada Presiden RI melalui Menteri Kesehatan agar dapat merevisi PMK tersebut.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhammad Khamdi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper