Bisnis.com, SEMARANG - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta polemik pabrik semen Rembang tidak menjadikan perpecahan opini di masyarakat luas.
Selain itu, pihaknya menginginkan polemik semen dapat disampaikan secara berimbang oleh media massa baik cetak maupun elektronik. Pasalnya, tidak semua warga disekitar kawasan pabrik ikut menolak.
“Bukan saya pro yang mana-mana lho. Saya hanya ingin cover bothside. Kalau mau disiarkan saya oke disiarkan. Kalau perlu dipertemukan pro dan kontranya,” katanya dalam keterangan resmi, Selasa (23/8/2016).
Menurut Ganjar, pemberitaan yang beredar tentang polemik pabrik semen di Rembang saat ini lebih cenderung mengekspos warga yang menolak. Padahal, masih banyak warga disekitar kawasan tambang yang pro terhadap pabrik semen karena mereka mendapatkan manfaat dari pabrik tersebut.
“Yang nyaman juga bisa bekerja. Yang tidak nyaman mungkin karena tidak mendapat fasilitas, meskipun kita menghargai juga kalau mereka bersikap lebih ideologis, problem lingkungan dan macam-macam,” ujarnya.
Dia ingin mendengarkan cerita dari berbagai kubu, baik dari pabrik semennya, warga yang menolak pabrik, dan warga yang mendukung. Sehingga, dapat diketahui kondisi sebenarnya yang terjadi di kawasan pabrik semen tersebut.
Salah seorang perwakilan warga dari Desa Timbrangan Kecamatan Gunem Kabupaten Rembang, Faruk Ferdinan mengatakan selama terjadi polemik pabrik semen Rembang, daerahnya yang berada di kawasan ring satu cukup kondusif.
Tidak ada ketegangan antara warga yang pro dan kontra pabrik semen. Bahkan, aktivitas sehari-hari warga tidak terganggu akibat perselisihan tersebut.
“Selama ini seakan akan di sana mencekam, ribut. Padahal tidak ada ribut-ribut di daerah kami. Kami aman-aman saja dengan penduduk yang sepaham dengan yang tidak sepaham. Tidak ada perbedaan apa-apa,” katanya usai menemui Ganjar.
Dadang menyampaikan penambangan gamping di daerahnya sudah ada sejak 1996. Meskipun tidak ada pabrik semen disana, warga akan tetap menambang karena memang sudah menjadi mata pencaharian mereka.
“Dunia tambang di daerah kami itu bukan hal yang aneh dari tahun 1996 itu sudah ada tambang. Di situ ada perusahaan perusahaan besar,” ujarnya.
Sementara itu, isu lingkungan yang banyak dijadikan alasan penolakan pabrik semen dikatakan Faruk tidak benar adanya karena di daerah ring satu (meliputi Desa Tegaldowo, Pasucen, Kajar, Timbrangan dan Kadiwono) tidak ada sumber mata air.
Oleh karenanya, dia berharap pembangunan pabrik semen dapat terus dilanjutkan dan penambangan di daerahnya tidak ditutup karena akan ada banyak pengangguran dan anak-anak putus sekolah jika itu terjadi.
“Saya dulu pernah kerja di tambang, setiap hari hampir menghabiskan satu tangki air kiriman dari bawah. Terus bos saya ngomong daripada beli air satu tangki per hari mendingan ngebor gimana? Kemudian kita ngebor hingga 127 meter tidak ada air juga,” terangnya.