Bisnis.com, JAKARTA—Anggota Komisi VII DPR Ramson Siagian menilai langkah pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani memotong anggaran belanja negara sebesar Rp133 triliun secara sepihak berpotensi melanggar UUD 1945.
"Jadi di sini pemerintah mengubah UU APBN 2016 secara serampangan. Sehingga berpotensi melanggar Konstitusi," ujarnya kepada wartawan, Rabu (24/8/2016).
Menurut Ramson, untuk mengubah sebuah UU itu ada aturan dan mekanisme yang harus dilalui. Dengan kata lain, tidak bisa pemerintah hanya membahas dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR, Pansus ataupun Komisi saja.
"Pemerintah harus taat asas dalam mengubah UU, kalau dilanggar berarti inkonstitusional," tegas mantan anggota PDIP ini.
Anggota Fraksi Partai Gerindra tersebut menambahkan bahwa seharusnya pemangkasan anggaran yang signifikan itu dibicarakan dulu dengan DPR.
Penetapan APBN P 2016 itu, ujarnya, dilakukan bersama antara pemerintah dan DPR. Apalagi sesuai konstitusi, DPR punya hak budget. Jadi, domain perencanaan dan pelaksanaan memang ada di pemerintah, namun pemotongan anggaran, tetap harus melibatkan DPR, ujarnya.
Lebih jauh Ramson mengatakan bahwa pemerintah mesti mengajukan dulu RAPBN P 2016 dan APBN P 2016 yang kedua terlebih dulu kepada DPR sesuai mekanisme. Akan tetapi, kelihatannya pemerintah tidak mau mengajukan APBN P 2016 dan RAPBN P 2016 yang kedua dalam pemotongan anggaran belanja.
"Kelihatannya pemerintah berani mengambil langkah itu dengan berpijak pada Pasal 37 No 12/2016 di mana dalam keadaan darurat dan proyeksi pertumbuhan yang di bawah asumsi makro serta ditambah lagi dengan melonjaknya utang, jadi pemerintah mengambil keputusan tersebut," ujarnya.
Dengan demikian Ramson mengatakan bahwa langkah pemerintah memotong anggaran tidak bisa dibenarkan. Pemerintah harus mengajukan dulu RAPBN P 2016 yang kedua, lalu dibahas di Komisi dan Badan Anggaran sesuai mekanisme.
"Terakhir diputuskan melalui rapat paripurna DPR," ujarnya.