Bisnis.com, Jakarta - Nilai pasar kemasan di Indonesia mencapai Rp70 triliun dengan potensi pertumbuhan 7% dalam 1–2 tahun ke depan.
Ketua Federasi Pengemasan Indonesia Henky Wibawa mengatakan pertumbuhan kelas menengah di Indonesia adalah pendorong utama pertumbuhan permintaan kemasan.
Pertumbuhan kelas menengah yang memiliki daya beli lebih kuat menggeser gaya konsumsi penduduk di Indonesia. Jumlah dan ragam produk dalam kemasan tumbuh pesat seiring dengan menjamurnya ritel modern di kota-kota besar.
Peningkatan produk dalam kemasan tidak hanya dipicu oleh investasi perusahaan-perusahaan besar. Industri kecil dan menengah juga beralih memasarkan produk mereka di dalam kemasan.
“Masih banyak kesempatan di luar Jawa. Produsen yang membutuhkan kemasan lebih baik. TIdak hanya kekuatan daya beli, tetapi harapan konsumen atas kualitas produk yang lebih baik dan sehat,” kata Henky, Selasa (23/8/2016).
Henky mengatakan saat ini nilai pasar kemasan di Indonesia ada pada kisaran US$5,8 miliar—US$5,9 miliar atau sekitar Rp70 triliun dengan industri makanan dan minuman sebagai konsumen tertinggi.
Pertumbuhan rata-rata pasar kemasan pada 2005–2010 mencapai 11% kemudian melambat menjadi 7% pada periode 2010–2015. Pertumbuhan 7% diperkirakan bertahan dalam 1—2 tahun ke depan sejalan dengan pertumbuhan ritel modern.
“Tahun ini pertumbuhannya masih segitu. Sekarang ini di Indonesia pasar tradisional masih mendominasi dengan 75%, tetapi pertumbuhan ritel modern jauh lebih besar,” kata Henky.
Produk kemasan fleksibel adalah yang paling dominan yaitu mencakup 45% dari nilai pasar kemasan. Kemasan fleksibel merupakan kemasan yang digunakan dalam produk permen, roti, hingga sampo dalam kemasan kecil.
Segmen kemasan dengan pertumbuhan paling pesat adalah rigid plastic. Produk yang digunakan untuk air minum olahan, produk kosmetik, produk perawatan tumbuh, hingga peralatan tersebut tumbuh hingga 40% dalam 5 tahun terakhir dan sekarang berkontribusi sebesar 14% dari total nilai pasar kemasan.
Adapun produk dengan kontribusi paling besar terbesar setelah kemasan fleksibel adalah kardus dengan kontribusi 28%, diikuti oleh kaleng dan karung dengan kontribusi 5%.