Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diminta untuk melakukan konsolidasi untuk merencanakan sektor pendorong pertumbuhan ekonomi di tahun depan mengingat di paruh tahun ini terganggu oleh pemotongan anggaran belanja pemerintah.
Hendri Saparini selaku Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) mengatakan pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini lebih dekat ke 5,0% karena hingga semester II ini berjalan belum ada sektor yang menonjol, terlebih ekspor dan investasi dari luar negeri.
Sektor konsumsi yang tinggi sudah terjadi di semester pertama yang mana terdapat momentum puasa dan Lebaran. Dia menyarankan agar pemerintah memanfaatkan sisa waktu tahun ini untuk merumuskan sektor riil yang menjadi fokus utama menopang pertumbuhan ekonomi di tahun depan.
“Kebijakan untuk mendorong sektor riil pada 2017 jauh lebih yakin, sektor apa yang mau didorong, ya, doronglah sepenuhnya, tidak terpisah-pisah,” katanya di Jakarta, Senin (22/8/2016).
Pemerintah juga perlu melakukan konsolidasi pada penerimaan negara di tahun depan sehingga lebih terarah dan realistis. Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2017, pemerintah menargetkan pendapatan negara sebesar Rp1.737,6 triliun dan belanja senilai Rp2.070,5 triliun dengan defisit anggaran sebesar 2,41% dari produk domestik bruto.
Dia menilai tahun depan sektor perdagangan komoditas masih tumbuh melambat kendati porsinya masih dominan sekitar 65%. Menurutnya, perdagangan nonkomoditas yang perlu dikembangkan dengan menentukan negara, segmen pasar, dan strategi yang dicapai.
“Kalau di domestik kita bisa lihat itu sifatnya apakah subtitusi impor atau menciptakan pasar baru. Misalnya di 2017 ada penciptaan lapangan kerja besar-besaran, itu yang tidak terjadi 2016,” ucapnya.