Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berhasil memenangkan gugatan kasus kebakaran hutan dan lahan terhadap PT National Sago Prima (NSP), anak usaha PT Sampoerna Agro Tbk, sebesar Rp1,072 triiliun.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (11/8/2016) memenangkan semua gugatan perdata yang diajukan KLHK. NSP diwajibkan membayar ganti rugi sebesar Rp319,168 miliar dan biaya pemulihan sebesar Rp753 miliar.
KLHK sebagai penggugat menuntut kebakaran hutan dan lahan seluas 3.000 hektare (ha) di area konsesi NSP di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, yang terjadi pada Januari 2014.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sano mengatakan putusan PN Jaksel tersebut adalah yang pertama di Indonesia dengan nilai di atas Rp1 triliun. Kemenangan tersebut menjadi oase bagi masyarakat untuk mendapatkan keadilan lingkungan.
“Kebakaran hutan dan lahan membuat masyarakat banyak yang menderita. Putusan ini membuktikan hakim berpihak kepada lingkungan dengan prinsip in dubio pro natura,” katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (12/8/2016).
Kuasa hukum KLHK Patra M. Zen menambahkan semua gugatan KLHK dikabulkan, kecuali perintah eksekusi sebelum keputusan berkekuatan hukum tetap (inkrah). Pasalnya, NSP kemungkinan besar akan mengajukan banding atas hukuman tersebut.
Bila sudah bersatus inkrah, Patra mengatakan NSP harus membayar Rp1,07 triliun tanpa kecuali. Bila tidak, produsen sagu itu harus membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp50 juta per hari jika terlambat menyetorkan uang.
Sementara itu, Bambang Hero Saharjo, salah satu ahli KLHK, membeberkan besarnya nilai gugatan itu sudah berdasarkan kalkulasi yang matang. Biaya ganti rugi didasarkan kerusakan ekologis lahan gambut yang tidak ternilai harganya.
“Gambut itu ciptaan Tuhan yang sudah tidak bisa dikembalikan lagi seperti semula. Kerusakan juga terjadi menyangkut fungsi air, tata air, dan keanekaragaman hayati,” tuturnya.
Guru Besar Perlindungan Hutan Institut Pertanian Bogor (IPB) ini mengatakan biaya pemulihan Rp753 miliar pun tidak mampu untuk mengembalikan ekosistem gambut seperti sedia kala. Namun, uang tersebut setidaknya dapat merestorasi ekosistem secara berangsur-angsur.
“Yang lebih penting lagi putusan itu memberikan efek jera bagi perusahaan lain agar tidak membiarkan lahan mereka terbakar, baik sengaja maupun tidak,” ujarnya.