Bisnis.com, JAKARTA - Produsen gula rafinasi belum mampu memasok gula rafinasi bagi industri kecil menengah yang kebutuhannya terus meningkat.
Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) Faiz Ahmad mengungkapkan call center AGRI untuk memenuhi kebutuhan gula industri kecil menengah belum bisa terealisasi.
Fasilitas call center tersebut rencananya berfungsi sebagai penghubung antara IKM pengguna gula dengan 11 pabrik gula.
IKM yang membutuhkan gula dengan volume pembelian minimal 20 ton bisa menghubungi call center AGRI. AGRI kemudian menghubungkan IKM kepada pabrik yang memiliki stok.
“Itu dibahas terus karena dari anggota kami ada yang mau ada yang enggak, tetapi ini harus commit semua karena nantinya masing-masing harus menyediakan sebagian produksi untuk kebutuhan IKM,” kata Faiz, Senin (8/8/2016).
Pasokan gula rafinasi bagi IKM tersendat setelah pemerintah melarang penyaluran gula rafinasi melalui distributor bebas lewat Peraturan Menteri Perdagangan no. 74/2015.
IKM membutuhkan gula rafinasi sebagai bahan baku produksi makanan dan minuman, terutama yang dipasarkan ke luar negeri. Gula rafinasi membuat produk makanan olahan yang diekspor bisa tahan selama 3 bulan hingga 1 tahun. Produk yang sama berisiko berjamur hanya dalam 2 bulan jika menggunakan bahan baku gula kristal putih.
Produk industri kecil menengah lain yang tidak bisa menggunakan gula kristal putih adalah sari kelapa (nata de coco). Gula kristal putih membuat produk sari kelapa terkesan rusak karena menimbulkan warna kekuningan.
Faiz memperkirakan kebutuhan gula IKM bisa mencapai 15% dari total kuota impor gula mentah yang diberikan pemerintah kepada industri gula rafinasi setiap tahun.
“Itu berdasarkan survei dan belum memperhitungkan kebutuhan industri gula merah. Industri gula merah banyak yang menggunakan gula rafinasi karena kesulitan mencari bahan baku kelapa,” kata Faiz.