Bisnis.com, YOGYAKARTA — Di tengah gempuran produk tekstil dari China di pasar domestik yang menyusutkan permintaan industri tekstil, industri kecil menengah (IKM) CV Paradise Batik mengaku masih mampu bertahan dan mendulang cuan.
General Manager Paradise Batik Muhammad Anwar Karim menyebutkan Batik Paradise memanfaatkan merek kedua untuk memerangi produk impor dari negeri tirai bambu tersebut. Menurutnya tidak hanya produk tekstil secara umum, produk kain bercorak asal China yang mirip dengan batik juga berseliweran di pasar domestik Tanah Air, tentunya dengan harga yang lebih miring.
"Kebetulan kita punya second brand yang bisa kita battle sama dengan produk-produk dari China," tutur Karim saat ditemui Bisnis di pabrik Paradise Batik, Kotagede, Yogyakarta pada Kamis (22/6/2023).
Meskipun Paradise Batik dikenal dengan batik tulisnya, Karim menyebut untuk merek kedua atau second brand, produsen batik corak kontemporer sejak 1983 ini menjual batik cetak dengan merek dagang "Anggun".
"Memang ini untuk pangsa pasar menengah ke bawah," tambah Karim.
Di sisi penjualan utama, meskipun mengandalkan pasar domestik, namun menurut Karim Paradise Batik yang menyasar pasar menengah ke atas ini memiliki kekhasan tersendiri.
Baca Juga
"Kita kan punya lebihnya karena kita tulis itu kan ada nilai seninya jadi orang mencari itu dan lebih menghargai budaya juga dari prosesnya juga," tutup Karim.
Dilihat dari data impor Harmonized System (HS) produk tekstil jadi dengan kode 61, 62, dan 63 berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada kuartal I/2023 lalu, China mengimpor sebanyak 17.470,49 ton atau senilai US$94,87 juta. Angka volume impor 17.470,49 ton ini menurun 16,95 persen dibandingkan dengan 21.036,26 ton pada kuartal yang sama pada tahun sebelumnya.
Begitupun dengan jika dibandingkan dengan impor ketiga HS ini dari China pada kuartal IV/2022 sebesar 23.702,58 ton dengan nilai US$123,63 juta. Jumlah volume impor sebanyak 17.470,49 ton pada kuartal I/2023 ini lebih kecil 26,29 persen.
Jumlah volume impor sebanyak 17.470,49 ton pada kuartal I/2023 ini juga lebih kecil 43,28 persen dari 30.805,85 ton pada kuartal I/2021.