Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Regulasi Menghambat, Produksi Kerapu Anjlok Lebih 50%

Produksi ikan kerapu tahun ini diperkirakan semakin anjlok akibat aturan-aturan yang menghambat pemasaran dari pembudidaya ke kapal buyer.

Bisnis.com, JAKARTA -- Produksi ikan kerapu tahun ini diperkirakan semakin anjlok akibat aturan-aturan yang menghambat pemasaran dari pembudidaya ke kapal buyer.

Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia mengestimasi produksi kerapu budidaya hanya 1.000 ton, merosot hampir 67% dari realisasi tahun lalu yang sebanyak 3.000 ton.

Penurunan itu sesungguhnya melanjutkan kinerja tahun lalu yang terpangkas 25% dari produksi 2014 sebanyak 4.000 ton.

"Saat ini 50%-60% keramba kerapu di 15 provinsi sudah kosong tidak terisi karena pembudidaya sudah tidak punya dana untuk beli bibit baru, bahkan sudah tidak punya dana untuk memberi pakan ikan dan gaji karyawan," kata Sekjen Asosiasi Wayan Sudja, Jumat (22/7).

Bahkan, tuturnya, saat ini penjualan benih kerapu dari Bali dan Jawa Timur sudah macet karena pembudidaya tidak punya dana lagi setelah kesulitan menjual ikan kerapu.

Asosiasi menuding Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 15/Permen-KP/2016 tentang Kapal Pengangkut Ikan Hidup menjadi penghambat penjualan.

Seperti diketahui, beleid itu membatasi ukuran kapal pengangkut ikan hidup maksimum 300 gros ton (GT), melarang kapal berbendera asing menjelajahi wilayah perikanan budidaya, hanya mengizinkan kapal asing melakukan aktivitas bongkar muat di satu pelabuhan muat singgah, dan membatasi frekuensi kapal asing masuk ke wilayah pengelolaan perikanan Indonesia maksimal enam kali setahun.

Di sisi lain, kapal-kapal lokal belum siap, baik untuk mengekspor maupun sekadar mendistribusikan dari lokasi pembudidayaan ke pelabuhan muat singgah.

Adapun 95% produksi kerapu selama ini diekspor dengan tujuan a.l. China, Malaysia, Singapura, Hong Kong, dan Thailand.

"Semua Permen KKP sama sekali tidak berdampak positif. Malah sebaliknya mematikan nelayan dan pembudidaya ikan kerapu," ungkap Wayan.

Pemerintah, ujar dia, semestinya memberikan insentif kepada pembudidaya kerapu seperti dilakukan Malaysia dan Vietnam. Dengan demikian, usaha budidaya kerapu bisa tumbuh menjadi besar seperti industri udang Indonesia.

Menurutnya, pemerintah Malaysia memberikan tax holiday selama 12 tahun kepada pembudidaya kerapu. Pada tahun ke-12, pembudidaya tersebut diasumsikan sudah mencapai titik impas (break even point).

"Ekspor kerapu Malaysia dan Vietnam sekarang meningkat 30% karena pemerintah mereka memberi banyak kemudahan, insentif, dan subsidi," ujar Wayan.

Di sisi lain, Wayan berharap berharap Permen 15 direlaksasi. Selain menambah bobot kapal pengangkut ikan dan frekuensi masuk kapal asing ke wilayah pengelolaan perikanan Indonesia, pemerintah perlu menambah titik muat singgah kapal asing.

""Percuma kalau titik muat tetap dibatasi karena tidak akan efisien, karena muatan tidak bisa penuh di satu titik. Pembudidaya belum terbantu," ungkapnya.

Menanggapi tuntutan itu, Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto menyampaikan Menteri sedang mempertimbangkan penambahan pelabuhan muat singgah selain ukuran kapal dan frekuensi masuk kapal asing.

"Pelabuhan muat singgah juga dipertimbangkan akan ditambah," katanya melalui pesan singkat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper