Bisnis.com, JAKARTA— Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) menilai pihak berwenang harus melakukan penyelidikan terhadap survei kapal bodong untuk memastikan kebenaran kasus ini.
Anggota Dewan Penasihat Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) Tjahjono Rusdianto mengaku nama daftar galangan yang masuk ke dalam survei kapal bodong tersebut terdengar asing. Bahkan, dia mengungkapkan mereka bukan anggota Iperindo.
“Saya melihat yang harus diperiksa keberadaan pihak-pihak itu. Apakah 84 kapal itu ada atau tidak. Jangan-jangan hanya dokumen saja,” ungkapnya kepada Bisnis, Kamis (21//20167).
Dia mempersilahkan kepada pihak berwenang untuk mengecek ke Iperindo. Jika memang ada yang ternyata anggota Iperindo, pihaknya siap membantu penyelidikan.
Bahkan, dia mengkhawatirkan ada perusahaan galangan yang tidak terdaftar karena dia merasa tidak pernah mendengar nama galangan tersebut. Oleh sebab itu, dia berharap ada pemeriksaan lebih lanjut agar kasus serupa tidak lagi muncul.
“Bisa jadi, kalau kapalnya ada mungkin perusahaan pelayarannya membuat dokumen palsu dari galangan yang tidak jelas seolah docking di sana, padahal galangannya tidak kelihatan,” ujarnya.
Selama ini, dia tidak pernah menemui kasus laporan palsu seperti ini. Menurutnya, setiap perusahaan galangan kapal memang harus membuat surat keterangan docking. “Dokumen seperti itu biasanya kita keluarkan untuk kapal sehabis docking, tapi bukan itu menjadi hal yang fiktif seperti dalam kasus ini.”
Menurutnya, anggota Iperindo atau galangan kapal resmi tentu takut melakukan hal demikian karena pengawasan industri ini melibatkan pemerintah, baik Kementerian Industri dan Kementerian Perhubungan.
Terkait dengan temuan survei kapal bodong, Badan Klasifikasi Indonesia (BKI) menilai laporan tersebut sangat janggal meningat survei lapangan terjadi pada periode April-Desember 2014 di mana perusahaan telah membentuk tim investigasi. Tim investigasi ini dibentuk oleh perusahaan pada pertengahan 2015.
Sekretaris Perusahaan BKI Saifuddin Wijaya mengatakan hasil pemeriksaan tim investigasi tersebut telah dilaporkan kepada Direksi dan Direksi telah meminta Satuan Pemeriksaan Internal BKI untuk kembali melakukan verifikasi ke lapangan untuk mengumpulkan data faktual yang antara lain berupa berita acara pengedokan.
“Dari hasil tim investigasi lapangan yang telah dilakukan oleh Satuan Pengawasan Internal BKI itu diperoleh bukti bahwa kejanggalan pelaksanaan survey lapangan terhadap 84 kapal itu tidak benar,” jelasnya, Selasa (19/7/2016).
Selain itu, dia mengaku BKI telah memiliki sistem yang mampu melakukan verifikasi dan pelaksanaan survey di lapangan sekaligus mendeteksi kejanggalan yang mungkin terjadi.
Saat ini, dia mengatakan BKI telah lebih mengoptimalkan sistem pengingat jatuh tempo pelaksanaan survei yang dilakukan secara periodik. Adapun, tujuan sistem ini dimaksud untuk membantu para pemilik kapal agar lebih tepat waktu dalam melaksanakan survei periodik sesuai prosedur dan ketentuan klasifikasi kapalnya.
Dalam dua tahun terakhir, BKI telah dilakukan pembenahan terhadap sistem dan prosedur antara lain komputerisasi sistem survei dan sertifikasi, dan regionalisasi layanan jasa BKI dan peningkatan kompetensi surveyor.
“Untuk itulah kemarin tanggal 7 Juli 2016, BKI telah melakukan pendaftaran aplikasi keanggotaan IACS [Internasional Association Clasification Society],” katanya.
Kasus survei kapal bodong ini bermula dari modus oknum pegawai BKI yang membuat laporan palsu terhadap 84 kapal yang nadik dok. Dalam temuan DPR, 84 kapal tersebut merupakan milik tujuh perusahaan galangan kapal a.l. PT Jasa Prima Mandiri sebanyak 33 unit kapal, PT. Kalimantan Banjar Nusa Shipyard 10 unit kapal, PT Docking Kapal Tunggal Perkasa Teknik 12 unit kapal, PT Permata Barito Shipyard dua unit kapal, PT Lautan Lestari Batam 14 unit kapal, PT Duta Bahari Menara Line Dockyrd enam unit kapal dan PT Jhonlin Marine Trans enam unit kapal.