Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pendapatan Negara Disepakati Naik Tipis, Kredibilitas Dipertanyakan

Alih-alih kembali diturunkan, pendapatan negara dalam postur sementara RAPBN Perubahan 2016 kembali naik tipis sekitar 3% dari usulan awal pemerintah. Kenaikan ini muncul setelah pemerintah dan parlemen mengotak-atik sektor migas.
Rupiah/JIBI-Abdullah Azzam
Rupiah/JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Alih-alih kembali diturunkan, pendapatan negara dalam postur sementara RAPBN Perubahan 2016 kembali naik tipis sekitar 3% dari usulan awal pemerintah. Kenaikan ini muncul setelah pemerintah dan parlemen mengotak-atik sektor migas.

Dalam rapat kerja antara Badan Anggaran (Banggar) DPR, pemerintah, dan Bank Indonesia, kemarin (21/6/2016), target pendapatan negara disepakati Rp1.786,2 triliun, naik 3% dari usulan pemerintah atau hanya turun 0,6% dari target APBN induk

Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan kenaikan pendapatan negara itu mayoritas diakibatkan karena adanya kenaikan penerimaan baik pajak maupun bukan pajak (PNBP) dari sektor migas.

“Pendapatan negara meningkat Rp51,7 triliun yang berasal dari peningkatan perpajakan Rp12,1 triliun dan peningkatan peningkatan PNBP 39,7 triliun. Untuk PNBP kenaikannya disebabkan oleh migas,” ujarnya dalam rapat.

Dalam postur sementara, asumsi harga minyak mentah indonesia (ICP) disepakati US$40 per barel, naik dari usulan awal pemerintah US$35 per barel dan turun dari APBN induk US$50 per barel.

Lifting minyak dan lifting gas masing-masing disepakati 820.000 barel per hari dan 1,150 juta barel setara minyak per hari. Sementara itu, besaran cost recovery turun dari usulan US$11 miliar menjadi US$8 miliar.

Sementara, untuk penerimaan bea dan cukai, pajak, dan PNBP nonmigas tidak berubah dari usulan awal pemerintah. Bambang mengklaim ini dikarenakan ada tumpuan pada rencana kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty.

Pemerintah menaruh target penerimaan pajak dari rencana kebijakan ini senilai Rp165 triliun di pos pajak penghasilan (PPh) nonmigas. Pos penerimaan ini tercatat Rp819,5 triliun, naik 14,48% dibanding APBN induk dan 48,3% dari realisasi tahun lalu Rp552,6 triliun.

Ketika ditanya realistis atau tidaknya postur sementara khususnnya terkait pendapatan negara dalam RAPBN Perubahan 2016 tersebut, mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini tidak menanggapinya dengan tegas.

“Kita berupaya. Semua tidak bisa berjalan langsung otomatis,” responsnya.

Implikasi dari perubahan beberapa asumsi makro juga berdampak pada penambahan pagu belanja negara Rp1,8 triliun secara agregat terutama dari sisi pos belanja subsidi dan transfer daerah – terutama dana bagi hasil –.

Secara total, ada tambahan penerimaan negara bersih senilai Rp49,9 triliun. Dari jumlah tersebut, pemerintah akan menggunakan sekitar Rp16,6 triliun untuk mengurangi pelebaran defisit dari 2,48% terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 2,35% terhadap PDB.

Dengan penyempitan defisit yang berakibat pada pengurangan penerbitan surat berharga negara (SBN), akan ada pengurangan pembayaran bunga utang senilai Rp0,5 triliun dan tambahan belanja Rp33,8 triliun.

Tambahan pagu belanja tersebut, menurut Bambang, akan dialokasikan untuk tambahan anggaran pendidikan Rp6,8  triliun, anggaran kesehatan Rp1,6 triliun, belanja pemerintah pusat (kementerian/lembaga) Rp18 triliun dan belanja transfer ke daerah Rp7,4 triliun.

Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara mengatakan akan mengikuti usulan parlemen dalam rencana tambahan belanja tersebut yakni kebutuhan mendesak pemerintah dan kebutuhan prioritas misalnya infrastruktur daerah dan infrastruktur pusat.

Timbunan Masalah

Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan dengan patokan defisit baru tersebut, akan ada pengurangan rencana penerbitan surat berharga negara (SBN).

Awalnya, dengan patokan defisit hingga 2,48% dari PDB, ada rencana tambahan penerbitan SBN senilai Rp57 triliun. Namun, dengan patokan defisit 2,35% terhadap PDB, lanjutnya, ada pengurangan rencana penerbitan hingga Rp16,6 triliun.

“Ya jadi sekitar Rp41 trilun lah. Dengan target baru ini kita akan ambil dari pasar domestik, apalagi ada tax amnesty,” katanya.

Dari sisa pemenuhan penerbitan sekitar Rp180 triliun, pemerintah akan mengalokasikan sekitar Rp100 triliun untuk rencana kebijakan pengampunan pajak. Sisanya, pemerintah masih akan melakukan lelang rutin.

Karena akan berada dalam pengawasan bank atau manajer investasi – sebagai gateway – ada kemungkinan dibatalkannya penerbitan SBN seri khusus. Dengan pengawasan gateway dana repatriasi bisa terus diawasi.

“Dulu adanya SBN khusus kan kita mikirnya susah ngawasi. Tapi sekarang kan ada gateaway sehingga bisa lah kalaupun pakai market,” imbuhnya.

Dengan postur sementara ini, khususnya terkait penerimaan, Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menilai masih ada celah risiko yang besar.

Skenario APBN Perubahan nyatanya dimanfaatkan bukan sebagai emergency plan melainkan hanya justifikasi bisa direvisinya APBN. Hal ini terlihat dari tetap optimistisnya dari sisi belanja karena kekhawatiran tidak kredibelnya jika ada pemangkasan belanja.

“Di sini saya kira ada pemahaman yang kurang tepat. Dengan demikian, kalau berulang-ulang berpotensi membuat timbunan masalah yang menyebabkan APBN tidak kredibel,” tegasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper