Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RAPBN Perubahan 2016: Defisit Diminta Menyempit Lagi ke 2,35% Terhadap PDB

Kendati belum masuk ke pembahasan belanja, pemerintah diminta mempersempit patokan defisit anggaran dalam RAPBN Perubahan 2016 dari usulan 2,48% menjadi 2,35% terhadap produk domestik bruto.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution (kiri) didampingi Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro (kanan) memberikan keterangan pers tentang RAPBN 2016 di Jakarta, Jumat (14/8)/Antara
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution (kiri) didampingi Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro (kanan) memberikan keterangan pers tentang RAPBN 2016 di Jakarta, Jumat (14/8)/Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Kendati belum masuk ke pembahasan belanja, pemerintah diminta mempersempit patokan defisit anggaran dalam RAPBN Perubahan 2016 dari usulan 2,48% menjadi 2,35% terhadap produk domestik bruto.

Ketentuan ini disepakati dalam rapat panitia kerja (panja) A Badan Anggaran (Banggar) DPR, Senin (20/6/2016). Said Abdullah, Wakil Ketua Banggar DPR mengatakan ada peluang untuk itu karena ada potensi tambahan penerimaan sejalan dengan kesepakatan asumsi dasar makro ekonomi.

“Defisit menjadi 2,35% terhadap PDB. Defisitnya harus turun agar pemerintah kredibel,” ujar Said saat rapat.

Selain itu, pihaknya meminta agar pemerintah menghitung kembali postur anggaran RAPBN Perubahan 2016 jika dengan menggunakan patokan defisit tersebut. Apalagi, masih ada potensi penerimaan yang bisa digunakan untuk menambal belanja.

Kendati demikian, pemerintah diharapkan fokus pada dua hal, pertama, kebutuhan mendesak pemerintah. Kedua, kebutuhan prioritas misalnya infrastruktur daerah dan infrastruktur pusat.

Pemangkasan anggaran belanja, lanjutnya, tidak bisa disama-ratakan tiap kementerian/ lembaga. Menurutnya, rencana kerja pemerintah (RKP)harus menjadi acuan penghitungan kembali postur belanja baik di tingkat pusat maupun daerah.

Secara total, dalam RAPBN Perubahan 2016 pemerintah mengusulkan pendapatan negara diajukan turun sekitar Rp88 triliun atau 4,8% dari patokan APBN 2016 senilai Rp1.822,5 triliun menjadi Rp1.734,5 triliun. Sementara, belanja negara, usulannya hanya turun sekitar Rp47,9 triliun atau 2,3% dari pagu awal Rp2.095,7 triliun.

Dalam dokumen Nota Keuangan RAPBNP 2016, pengurangan belanja pemerintah pusat senilai Rp36 triliun. Sedangkan belanja transfer ke daerah dan dana desa hanya senilai Rp11,9 triliun.

Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara mengatakan jika melihat gambaran awal penerimaan nonmigas yang tidak berubah dan penerimaan migas yang naik sekitar Rp53,4 triliun, memang ada potensi pengurangan pemotongan belanja dari usulan awal.

Namun, pihaknya mengaku masih akan menghitung lebih detil dalam postur keseluruhan. Jika ada penyesuaian belanja, pemerintah akan mengikuti usulan anggota dewan.

“Nanti dilihat waktu panja belanja pusat. Makanya besok [hari ini] kami raker postur anggaran, siangnya lanjut panja belanja pusat. Di belanja pusat itu dilihatin kalau mau diubah hanya belanja mendesak dan prioritas,” katanya.

SBN

Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan dengan patokan defisit baru tersebut, akan ada pengurangan rencana penerbitan surat berharga negara (SBN).

Awalnya, dengan patokan defisit hingga 2,48% dari PDB, ada rencana tambahan penerbitan SBN senilai Rp57 triliun. Namun, dengan patokan defisit 2,35% terhadap PDB, lanjutnya, ada pengurangan rencana penerbitan hingga Rp16,6 triliun.

“Ya jadi sekitar Rp41 trilun lah. Dengan target baru ini kita akan ambil dari pasar domestik, apalagi ada tax amnesty,” katanya.

Dari sisa pemenuhan penerbitan sekitar Rp180 triliun, pemerintah akan mengalokasikan sekitar Rp100 triliun untuk rencana kebijakan pengampunan pajak. Sisanya, pemerintah masih akan melakukan lelang rutin.

Karena akan berada dalam pengawasan bank atau manajer investasi – sebagai gateway - ada kemungkinan dibatalkannya penerbitan SBN seri khusus.

“Dulu adanya SBN khusus kan kita mikirnya susah ngawasi. Tapi sekarang kan ada gateway sehingga bisa lah kalaupun pakai market,” imbuhnya.

Dengan estimasi penerimaan pajak sekitar Rp165 triliun, seperti diberitakan Bisnis sebelumnya, pemerintah memperkirakan ada dana sekitar Rp1.000 triliun yang akan direpatriasi.

 

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper