Bisnis.com, Jakarta— Eric Alexander Sugandi, Senior Economic Analyst Kenta Institute, menilai angka proyeksi pertumbuhan ekonomi yang baru direvisi oleh Bank Indonesia lebih realistis.
Kenta Institute memperkirakan forecast Produk Domestik Bruto (PDB) 2016 akan berada di 5,0%.
Seperti diketahui, Bank Indonesia menyodorkan angka baru terkait proyeksi pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini dengan kisaran 5,0%-5,4%. Sebelumnya, BI menargetkan Produk Domestik Bruto (PDB) 2016 pada kisaran 5,2%-5,6% kemudian berubah menjadi 5,1%-5,3%.
Sejalan dengan rencana perubahan APBN 2016, dia menuturkan kondisi ekonomi tidak bisa banyak berharap pada pengeluaran pemerintah yang hanya sekitar 7%-8% terhadap PDB sehingga efek kelanjutannya terbatas.
“Kinerja ekspor juga masih belum banyak menolong pertumbuhan ekonomi karena harga komoditas di pasar global terutama energi juga kelihatannya tidak akan naik tajam tahun ini. Padahal sharenya ke total ekspor Indonesia sekitar 40%-45%,” katanya.
Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengatakan pertumbuhan ekonomi domestik pada kuartal I/2016 masih lebih rendah dari perkiraan karena terbatasnya pertumbuhan konsumsi pemerintah dan investasi swasta di tengah akselerasi pengeluaran belanja modal pemerintah. Selain itu, konsumsi rumah tangga belum tumbuh kuat.
“Kita memahami bahwa kelihatan cukup kuat tapi pertumbuhan konsumsi domestik masih belum terjadi peningkatan yamg lebih baik. Selain itu, kita berketatapan perlu dilakukan penyesuaian karena ekonomi dunia yang melemah berdampak pada Indonesia sebesar 5%-5,4%,” jelasnya.
Secara umum, BI juga masih mengikuti proses rencana pemerintah dalam pembahasan dengan DPR terkait Tax Amnesty dan revisi APBN 2016. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi bisa dipertajam melalui pengampunan pajak dan perubahan APBN.
Potensi masuknya penerimaan negara dari pengampunan pajak akan mendorong pertumbuhan ekonomi terutama jika digunakan pada sektor yang produktif. Sementara itu, apabila pada APBN Perubahan 2016 pemerintah memilih untuk memangkas belanja modal justru akan mengurangi potensi pertumbuhan ekonomi.
“Tapi kalau belanja operasional mungkin tidak akan terlalu besar dampaknya. Pemerintah masih memasang target pertumbuhan di 5,3%. BI melakukan penyelarasan dan itu range yang nyaman. Kita belum bisa sampaikan tendesi ke bawah atau ke atas dari proyeksi yang baru,” ucapnya.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menuturkan perlu adanya penguatan lebih lanjut untuk mendorong pertumbuhan ekonomi mengingat stimulus fiskal oleh pemerintah sudah cepat. Pada kuartal I/2016, angka pertumbuhan investasi di bidang konstruksi dan bangunan mencapai 7,7% (year-on-year).
Dia mengatakan investasi bangunan akan terus meningkat seiring stimulus fiskal karena akan mendorong permintaan investasi swasta sehingga permintaan kredit meningkat.
“Terkait dengan permintaan domestik yang masih belum kuat bahwa stimulus fiskal yang meningkatkan investasi belum medorong investasi swasta karena banyak faktor perspektif bisnis,” ujarnya.